A.
REINFORCEMENT
Pengertian
Adalah proses dimana
tingkah laku diperkuat oleh konsekuensi yang segera mengikuti tingkah laku
tersebut. Saat sebuah tingkah laku mengalami penguatan maka tingkah laku tersebut
akan cenderung untuk muncul kembali pada masa mendatang.
Reinforcement dapat
didefinisikan sebagai:
1. Kejadian
perilaku tertentu
2. Diikuti
oleh akibat yang segera mengikutinya
3. Hasilnya
menguatkan tingkah laku tersebut.
Contoh :
Pada percobaan yang dilakukan
oleh Thorndike (tahun 1911), Ia meletakkan seekor kucing yang lapar pada sebuah
kandang. Di sisi luar kandang yang dapat dilihat oleh kucing, Thorndike
meletakkan makanan. Pintu kandang akan terbuka jika kucing memukul tuas yang
ada pada pintu. Pintu tidak akan terbuka kecuali kucing dapat memukul tuas
tersebut. Setelah melakukan beberapa gerakan, akhirnya kucing dapat memukul
tuas tersebut dan akhirnya pintu terbuka sehingga kucing tersebut dapat
mengambil makanan tersebut. Perlakuan yang sama dilakukan pada waktu yang
berbeda dan ternyata kucing dengan segera mampu membuka pintu kandang dengan
memukul tuas yang ada.
Pada
contoh ini, kucing tersebut akan cenderung untuk memukul tuas saat ini
dimasukkan kedalam kandang, karena tingkah laku tersebuat segera menghasilkan
akibat terbukanya pintu dan kucing dapat mengambil makanan yang ada. Mengambil
makanan (pada kucing yang lapar tersebut) merupakan konsekuensi yang reinforced
(memperkuat) tingkah laku kucing memukul tuas yang ada.
Jenis-Jenis Reinforcement
Reinforcement
dibagi menjadi dua, reinforcement positif dan reinforcement negatif. reinforcement
positif dan negatif adalah proses yang memperkuat perilaku yaitu, mereka
meningkatkan probabilitas bahwa perilaku tersebut akan terjadi di masa depan. Penguatan
positif dan negatif dibedakan oleh sifat konsekuensi yang mengikuti perilaku.
-
Reinforcement positif
Penguatan
positif didefinisikan sebagai berikut.
Terjadinya
perilaku diikuti dengan penambahan stimulus (penguat) atau peningkatan
intensitas stimulus, yang menghasilkan penguatan perilaku. Bentuk-bentuk reinforcement positif dapat berupa
hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala
untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan
(nilai A, Juara 1 dsb).
-
Reinforcement Negatif
Terjadinya
perilaku diikuti dengan penghapusan stimulus (stimulus aversif) atau penurunan
intensitas stimulus, yang menghasilkan penguatan perilaku. Bentuk-bentuk reinforcement negatif antara lain:
menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Faktor - faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Reinforcement
1. Immediacy/Kesegeraan
Waktu antara munculnya perilaku dan
konsekuensi yang menguatkan adalah faktor yang penting. Untuk konsekuensi yang
lebih efektif, konsekuensi tersebut harus diberikan segera setelah munculnya
tingkah laku. Contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari adalah bila kita
mengutarakan sebuah lelucon kepada teman kita dan dengan segera teman kita
tertawa karenanya, maka kita cenderung akan kembali mengutarakan lelucon
tersebut di kemudian hari. Namun jika setelah kita mengutarakan lelucon
tersebut ternyata teman kita terlambat tertawa, maka kita akan cenderung untuk
tidak mengulangi mengutarakan lelucon tersebut.
2. Contingency
Ketika respon secara konsisten
diikuti oleh konsekuensi yang segera, konsekuensi tersebut akan lebih efektif
untuk menguatkan (reinforce) respon tersebut. Saat respon tersebut menghasilkan
konsekuensi dan konsekuensi tersebut tidak muncul kecuali respon tersebut hadir
terlebih dahulu, kita katakan bahwa contingency hadir diantara respon dan
konsekuensi. Contohnya saat kita menekan tombol starter pada motor kita dan
dengan segera motor tersebut dapat nyala, maka kita akan cenderung menyalakan
mesin motor kita hanya dengan menekan tombol stater tersebut. Namun jika
ternyata suatu saat tanpa menekan tombol stater motor kita dapat menyala, maka
perilaku menekan tombol stater ini akan melemah. Contoh lain adalah, ibu yang
berjanji pada anaknya, bahwa setiap kali anaknya berhasil mendapatkan peringkat
I di kelasnya maka ia akan memberikan anaknya hadiah berlibur ke pulau Bali,
hal ini dapat membuat anak menjadi rajin belajar dan berusaha sekeras mungkin
untuk mendapatkan peringkat I. Namun jika suatu saat ia diajak ibunya untuk
berlibur ke pulau Bali meskipun ia tidak mendapatkan peringkat I, maka perilaku
rajin belajar dan usaha keras anak bisa jadi melemah.
3. Eshtablishing
Eshtablishing Adalah kejadian yang
mengubah nilai sebuah stimulimenjadi sebuah penguat. Contoh: Saat kita dalam
kondisi haus, air akan lebih bermakna dibandingkan saat kita dalam kondisi
normal.
4. Individual Differences / Perbedaan
Individual
Reinforcer (penguat) akan berbeda
pada setiap individu. Contoh: permen mungkin akan menjadi penguat pada anak
kecil, namun (mungkin) tidak pada orang dewasa.
5. Magnitude/Kwantitas
Dengan establishing operations yang
sesuai, biasanya, efectiveness suatu stimulus sebagai reinforcer adalah lebih
besar jika jumlah atau penting/besar suatu stimulus lebih besar. Contohnya:
Kita akan lebih berusaha keras untuk keluar dari bangunan yang sedang terbakar
dibandingkan dengan usaha kita untuk keluar dari suatu tempat yang panas
terkena matahari
B.
PUNISHMENT
Pengertian
Pemberian stimulus yg mengikuti suatu
perilaku mengurangi kemungkinan berulangnya perilaku tersebut.
Ada tiga hal yang dapat digunakan untuk mendefenisikan punishment/ hukuman
tersebut :
-
Perilaku tertentu
terjadi
-
Sebuah konsekuensi
segera mengikuti langkah tersebut
-
Sebai hasilnya,
perilaku cenderung untuk tidak muncul kembali dimasa mendatang
Jenis-jenis Punishment
Punishment
dibagi menjadi dua macam, ada punishment positif dan ada punishment negatif.
-
Punishment positif
Kejadian suatu perilaku
yang diikuti penyajian stimulus yang tidak menyenangkan dan membuat tingkahlaku
yang tidak diinginkan tidak muncul kembali dimasa yang akan datang.
Contoh
: Pada kasus
seorang anak wanita yang suka menampar dirinya sendiri. Saat wanita itu
menampar dirinya sendiri, peneliti segera menerapkan/memberikan shok elektric
singkat dengan menggunakan alat shok hand-held. (walaupun shok ini menyakitkan,
tapi tidak membahayakan bagi wanita tersebut).
Sebagai hasilnya, perilaku menampar
diri sendiri pada wanita ini pun berkurang. Kasus ini merupakan contoh
penerapan positif reinforcement karena painful stimulus (stimulus yang
menyakitkan) segera diberikan saat wanita itu menampar dirinya sendiri, dan
tingkah laku (menampar diri sendiri) berkurang sebagai hasilnya.
-
Punishment negatif
Kejadian
suatu perilaku yang diperkuat dengan penghilangan stimulus dan dan membuat
tingkahlaku yang tidak diinginkan tidak muncul kembali dimasa yang akan datang.
Contoh
: Pada kasus
seorang anak yang suka menginterupsi (menyela/mengganggu) pekerjaan orang
tuanya. Dengan menggunakan prinsip negatif punishment, maka cara untuk
mengurangi/menghilangkan tingkah laku suka menginterupsi (menyela/mengganggu)
ini adalah dengan menghilangkan beberapa penguat lainnya (yang disenangi anak
dan tidak berkaitan langsung dengan tingkah lakunya) – seperti dengan tidak
memberikan uang jajan atau larangan menonton TV – setiap kali anak melakukan
interupsi (menyela/mengganggu) pekerjaan orang tua. Dengan begitu, anak akan
mengurangi perilaku suka menginterupsi-nya. Kasus ini merupakan contoh
penerapan negatif reinforcement karena stimulus yang memperkuat segera
dihilangkan saat anak itu menginterupsi orang tuanya, dan tingkah laku
(menginterupsi) berkurang sebagai hasilnya.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Punishment
1. Immediacy/Kesegeraan
Waktu antara munculnya perilaku dan
konsekuensi yang menguatkan adalah faktor yang penting. Untuk konsekuensi yang
lebih efektif, konsekuensi tersebut harus diberikan segera setelah munculnya
tingkah laku. Contoh: saat seorang murid mengeluarkan kata-kata kasar di kelas,
maka guru yang sedang mengajar segera menunjukkan wajah marah kepada anak
tersebut. Perilaku guru ”menunjukkan wajah marah” pada sang murid, akan menjadi
lebih efektif jika dilakukan segera pada saat anak mengeluarkan kata-kata kasar
dibandingkan dengan menundanya hingga 30 menit kemudian atau beberapa menit
kemudian.
2. Contingency
Ketika respon secara konsisten
diikuti oleh konsekuensi yang segera, konsekuensi tersebut akan lebih efektif
untuk menghentikan respon tersebut. Punishment akan lebih efektif jika
punishment tersebut dipasangkan secara konsisten.
3. Establishing Operations
Adalah kejadian yang mengubah nilai
sebuah stimulimenjadi sebuah penguat. Contoh: mengatkan kepada anak bahwa siapa
yang berbuat nakal saat makan malam maka ia tidak akan mendapatkan makanan
penutup (dessert), menjadi kurang efektif jika saat itu anak sudah menikmati
dua atau lebih makanan penutup.
4. Individual Differences/Perbedaan
Individual dan Magnitude/Kwantitas dari Punisher.
Keefektivan pemberian punisher
(penghukum) akan berbeda pada setiap individu. Keefektivan punisher juga di
tentukan oleh kwantitas punisher-nya. Contoh: digigit nyamuk adalah sesuatu
yang dinilai sebagai stimulus yang sedikit tidak menyenangkan untuk kebanyakan
orang; perilaku memakai celana pendek di dalam hutan mungkin menjadi punishment
karena nyamuk menggigit kaki, dan merindukan memakai celana panjang pada
situasi ini diperkuat secara negatif (negatively reinforced) untuk menghindari
gigitan nyamuk. Contoh lainnya, sebagai pembanding, adalah sakit yang sangat
dirasakan akibat sengatan lebah merupakan punisment bagi kebanyakkan orang.
Orang akan menghentikan perilaku yang akan mengakibatkannya disengat lebah dan
meningkatkan perilaku mereka yang dapat menghindarkan mereka dari sengatan
lebah. Karena disengat lebah lebih menyakitkan bila dibandingkan dengan digigit
nyamuak, maka sengatan lebah menjadi lebih efektif sebagai punisher.
C. EXTINCTION
Extinction terjadi
karena reinforcement yang mempertahankan sebuah perilaku dihilangkan atau tidak
lagi disediakan. Pada mulanya akan tetap muncul respon yang dipelajari,namun kemudian
respon-respon ini secara bertahap akan berkurang dan pada akhirnya menghilang.
Selama perilaku diperkuat,
setidaknya sesekali, maka akan terus terjadi. Jika perilaku tidak lagi diikuti
dengan konsekuensi yang memperkuat,maka perilaku tidak muncul. Ketika perilaku
berhenti terjadi karena tidak lagi diperkuat, dapat dikatakan bahwa perilaku
telah mengalami kepunahan atau perilaku telah dipadamkan (extinction).
Extinction terjadi saat:
1.
Sebuah tingkah laku sebelumnya telah diperkuat.
2.
Tidak lagi mengakibatkan penguatan konsekwensi.
3.
Pemberhentian perilaku terjadi di masa datang.
Skinner (1938) ,Ferster dan
Skinner (1957) (dalam raymond,2004) ; menunjukkan prinsip kepunahan dengan
hewan laboratorium. Ketika merpati di ruang eksperimental tidak lagi menerima
makanan sebagai penguat untuk mematuk kunci, maka perilaku mematuk kunci dari
merpati berhenti. Ketika tikus laboratorium tidak lagi menerima pelet makanan
untuk menekan tuas, perilaku menekan tuas menurun dan akhirnya berhenti.
Extinction Burst
Salah satu ciri dari proses
kepunahan adalah bahwa setelah perilaku tidak lagi diperkuat, sering meningkat
sebentar di frekuensi, durasi, atau intensitas sebelum berkurang dan akhirnya
berhenti (Lerman & Iwata, 1995 dalam Raymond ,2004)).
Ketika sebuah tingkah laku
tidak lagi diperkuat, akibatnya mungkin akan mengikuti:
1.
Tingkah laku akan segera meningkat frekuensi, durasi, atau
intensitasnya.
2.
Tingkah laku baru mungkin terjadi.
3.
Respon yang emosional atau tingkah laku agresif mungkin terjadi.
Contoh:
Saat Rae tidak mendapatkan
kopi yang diinginkan (dengan sekali menekan tombol pada mesin kopi yang biasa
ia gunakan), Rae menekan tombol tersebut berulang-ulang (peningkatan frekuensi)
dan kemudian terus mencoba menekannya dengan lebih keras lagi (peningkatan
intensitas) sebelum akhirnya menyerah. Rae tidak hanya menekan tombol pada
mesin pembuat kopi saat kopi tidak keluar tetapi juga memencet tombol keluar
uang dan mengguncang-guncang mesinnya (tingkah laku baru terjadi). Karena
peristiwa ini, bisa saja Rae menunjukkan kemarahannya dan mengomel atau bahkan
menendang mesinnya (respon emosional terjadi).
Spontaneous
Recovery
Salah satu
karakteristik dari extinction adalah bahwa tingkah laku dapat muncul kembali
setelah beberapa waktu tidak muncul. Hal ini disebut sebagai spontaneous recovery. Spontaneous
recovery adalah kecenderungan alami perilaku untuk terjadi lagi di
(dalam) situasi yang serupa dengan situasi dimana extinction belum
terjadi. (Chance, 1988; Lerman, Kelly,
Van Camp, & Roane, 1999; Zeiler, 1971 dalam Raymond,2004 )
Contoh:
Seorang anak yang kembali
menangis di tengah malam (untuk mendapatkan perhatian) setelah sebelumnya telah
terjadi extinction. Jika ia tidak mendapatkan perhatian dari tangisan
itu, maka ia tidak akan lagi menangis di tengah malam untuk waktu yang lama.
Namun demikian jika tingkah lakunya ini (kembali menangis di tengah malam – spontaneous
recovery) saat ini mendapatkan penguatan, maka effek dari extinction
akan hilang.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Extinction
1. Jadwal
penguatan sebelum extinction
Jadwal
penguatan ikut menentukan apakah hasil extinction akan menurunkan
tingkah laku secara cepat atau perlahan-lahan. Pada pemberianan/penjadwalan reinforcement
yang kontinyu, setiap saat target perilaku tercapai maka reinforcement
diberikan; sedangkan dalam penjadwalan pemberian reinforcement yang intermittent
(berselang-seling), tidak setiap kali perilaku target tercapai maka akan diberi
pengutan. Saat tingkah laku secara kontinyu diperkuat (dengan penjadwalan reinforcement
yang kontinyu), maka tingkah laku tersebut akan menurun secara cepat saat reinforcement/penguat
dihentikan. Di sisi yang lain, saat tingkah laku diperkuat dengan penjadwalan
yang berselang-seling, maka tingkah laku tersebut akan menurun lebih perlahan
saat reinforcement/penguat dihentikan. Hal ini terjadi karena perubahan
dari reinforcement ke extinction menjadi sangat berbeda (discriminable)
ketika tingkah laku diperkuat setiap kali dibandingkan dengan tingkah laku yang
hanya diperkuat sesekali.
2. Kejadian
penguatan setelah extinction
Jika reinforcement/penguatan
muncul saat proses extinction, hal ini membuat penurunan tingkah laku
menjadi lama dan sulit. Hal ini karena penguatan dari tingkah laku, saat extinction
telah dimulai, sejumlah intermittent reinforcement, menjadikan tingkah
laku menjadi lebih resisten untuk extinction. Sebagai tambahan, jika
tingkah laku diperkuat selama episode spontaneous recovery, tingkah laku
dapat meningkat pada level ini sebelum extintion. Contoh: saat tangisan
anak di tengah malam telah mengalami extinction, namun suatu ketika anak
menangis lagi dan kita merespons/memberi penguatan terhadap tangisannya, maka
tindakan kita ini akan menghambat extinctionnya.
D.
STIMULUS KONTROL
Stimulus Kontrol adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan situasi di mana perilaku yang dipicu oleh ada
atau tidak adanya stimulus tertentu.
Contoh:
Jake meminta uang
kepada ibunya karena ia ingin berbelanja dan ibunya pun memberikan uang
tersebut. Ketika Jake melakukan hal yang sama kepada ayahnya, meminta uang
kepada ayahnya, ayahnya menolak permintaan Jake dan menyuruhnya untuk mencari
pekerjaan sendiri. Sebagai hasilnya, ketika Jake membutuhkan uang untuk
berbelanja, maka ia akan meminta uang kepada ibunya, bukan pada ayahnya. Dari
contoh kasus ini kita katakan bahwa, kesediaan ibu memberikan uang kepada Jake
merupakan stimulus control bagi tingkah laku Jake untuk meminta uang.
Contoh
di atas menggambarkan prinsip dari stimulus control. Dimana, sebuah
tingkah laku cenderung untuk muncul saat spesific antecedent stimulus ada/terjadi.
(Antecedent stimulus adalah stimulus yang mendahului terjanya tingkah
laku). Sebuah tingkah laku dikatakan berada di bawah kontrol stimulus ketika
kemungkinan peningkatan perilaku itu muncul saat stimulus antesedent terjadi.
Stimulus Discrimination
Stimulus
kontrol berkembang karena tingkah laku diperkuat hanya jika stimulus antisedent
yang spesifik hadir/ada. Oleh kaena itu, tingkah laku akan kembali
muncul/berlanjut dimasa yang akan datang hanya jika stimulus antesedent hadir.
Antecedent stimulus yang muncul/hadir saat tingkah laku diperkuat di berinama discriminative stimulus
(SD). Secara sederhana SD/discriminative
stimulus dapat dipahami sebagai stimulus spesifik yang memicu timbulnya
sebuah tingkah laku, tingkah laku tidak muncul kecuali stimulus spesifik ini
terjadi. Jadi SD merupakan stimulus spesifik (hanya dengan stimulus
ini, bukan stimulus lain) yang menyebabkan sebuah tingkah laku muncul. Proses penguatan (reinforcing) tingkah laku
hanya disaat stimulus antesedent spesifik (discriminative stimulus)
hadir, disebut stimulus discrimination training.
Dua langkah yang terdapat
pada stimulus discrimination training:
1.
Saat discriminative stimulus (SD)
muncul/hadir, tingkah laku diperkuat.
2.
Saat antecedent stimulus yang lainnya
diberikan (bukan discriminative stimulus (SD)), tingkah laku
tersebut tidak mengalami penguatan (tidak diperkuat). Selama discrimination
training berlangsung, antecedent stimulus lain yang muncul saat
tingkah laku tidak diperkuat disebut S-delta (S∆).
Sebagai hasil
dari discrimination training, tingkah laku cenderung untuk muncul
kembali dimasa mendatang saat SD dimunculkan/tampil tapi akan
cenderung untuk tidak muncul saat S∆ dimunculkan.
Contoh :
Anda telah mengkondisikan anjing kesayangan anda
yang bernama Milo untuk berliur pada nada C pada sebuah piano dengan cara
berulang kali memasangkannya dengan makanan. Kemudian anda memainkan sebuah
nada C pada gitar,tanpa diikuti dengan makanan (tetapi anda terus menyajikan
nada C pada piano dengan makanan). Maka hasilnya,adalah milo akan belajar untuk
menghasilkan liur pada nada C dipiano dan tidak pada nada yang sama yang
dimainkan pada sebuah gitar.
Generalization
Sebuah generalisasi stimulus adalah
ketika stimulus dapat digeneralisasi terhadap rangsangan yang sama dan masih mendapatkan
jawaban yang sama.
Generalization mengambil
tempat saat suatu tingkah laku muncul/terjadi ketika stimulus yang serupa
dengan SD (yang dimunculkan selama Stimulus Discrimination
Training) diberiakan (Stokes & Osnes, 1989).
Contoh:
Amy belajar untuk
mengenal warna merah. Saat gurunya menunjukkan sebuah buku yang berwarna merah,
Amy dapat mengatakan ”merah”. Generalization dikatakan telah terjadi saat Amy juga berkata “merah” saat gurunya
menunjukkan kepada Amy sebuah bola yang berwarna merah, buku yang berwarna
merah, atau objek lainnya yang berwarna merah.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Kazdin, Alan E (1994). Behavior Modification in Applied Setting.
California : Brooks/ Cole Publishing Company
-
Martin, Garry. Joseph
Pear. (2003). Behavior Modification :
What It Is and How to Do It Seventh Edition. New Jersey : Prentice Hall.
Inc
-
Miltenberger, R. G. (2008). Behavior Modification
Principles And Procedures. Thomson Learning, Inc.
-
Syah, M. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
-
Bandura, A. 1969. Principles of Behavior Modification.
New York: Rinehart & Winston.
-
Blackham, G.J. and
Silberman, A. 1971. Modification Of
Child Behavior. Belmont, California : Wadsworth Publ. Company.
-
Gunarso, Singgih.D.
1992. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta
: PT BPK Gunung Mulia.
-
Ratna Wilis Dahar.
1989. Teori-Teori Belajar.
Jakarta : Erlangga.
-
G. Raymond . Behavior
modification 5th edition. 2004. principles and procedures Miltenberger Edition
Wadsworth
-
Wade Carole.Psikologi Umum
Edisi ke-9 Jilid 1. 2007 . Jakarta : Erlangga
0 komentar:
Posting Komentar