Didalam kehidupan sehari-hari banyak di temui prilaku salah dan prilaku
yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dengan adanya prilaku yang
seperti hal-hal tersebut, perlu adanya upaya mencegah dan menyehatkan kembali prilaku-prilaku
yang salah tersebut. Salah satu cara menangani masalah tersebut perlu dilakukan
salah satunya modifikasi prilaku.
Modifikasi perilaku
merupakan usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupun prinsip
psikologis hasil eksperimen lain pada perilaku manusia. Modifikasi prilaku
beranggaapan bahwa prilaku yang dapat di observasi dan di amati dan di ukur
merupakan target yang bagus untuk dapat berubah. Batasan modifikasi perilaku
adalah penggunaan secara sistematis teknik kondisioning pada manusia untuk
menghasilkan perubahan frekuensi prilaku social tertentu atau tindakan
mengontrol lingkungan prilaku tersebut. Dalam modifikasi perilaku dapat
digunakan berbagai teknik salah satunya teori Operant conditioning Skinner yang
dilakukan dengan shapping dan token economy.
A.
SHAPING
1.
Pengertian
Shaping adalah pembentukan perilaku
baru atau perilaku yang belum pernah dilakukan individu, dan sulit atau tidak
mungkin untuk memunculkan perilaku baru yang diinginkan tersebut, dengan cara
memberi pengukuh/penguat jika telah muncul perilaku-perilaku yang menyerupai
atau mendekati perilaku yang diinginkan, sehingga pada akhirnya memunculkan
perilaku yang sama sekali baru yang diinginkan.
Jadi shaping itu adalah prosedur
yang digunakan untuk membentuk perilaku seorang individu. Karena perilaku
memiliki tingkat kejadian, maka tidak mungkin untuk meningkatkan frekuensi
perilaku hanya dengan menunggu sampai terjadi dan kemudian baru menguatkannya.
Oleh karena itu, untuk memperkuat perilaku harus memperkuat respon mulai dari
nol sampai ke frekuensi yang lebih besar.
Shaping didefinisikan sebagai
perkembangan perilaku baru oleh penguatan berturut-turut dari perilaku yang
ingin dikuatkan sebelumnya. Kadang-kadang perilaku baru terjadi ketika seorang
individu menampakkan beberapa perilaku awal, dan lingkungan (orang lain)
memperkuat variasi-variasi kecil dalam perilaku. Akhirnya bahwa perilaku awal
dapat dibentuk sehingga bentuk akhir tidak lagi menyerupai perilaku awal.
Kebanyakan orang tua menggunakan
prosedur pembentukan dalam mengajar anak-anak mereka untuk berbicara, misalnya
saja ketika pertama kali bayi mulai mengoceh, ia mengikuti bahasa asli orangtua
walaupun masih mereka-reka. Pada saat mulai mengoceh inilah orangtua memperkuat
perilaku misalnya dengan belaian, pelukan atau ciuman pada sang anak.
Ada dua cara untuk membentuk sebuah
respon, yaitu :
a. Eksternal shaping
Jika kita menghendaki seseorang
melakukan sebuah respon tertentu, misalnya menekan pengumpil untuk memperoleh
makanan, maka lingkungan dapat diatur sedemikian rupa sehingga respon ini
kemungkinan besar dilakukan. Dalam bahasa skinner, respon-respon dalam
conditional klasik dibentuk secara tidak begitu kaku, sedang respon-respon
instrumental dibentuk secara tidak begitu kaku tetapi masih tetap berada
dibawah penguasaan kondisi luar.
b. Internal shaping
Internal shaping dapat terjadi dalam
lingkungan yang sangat bebas dan sangat tidak berstruktur. Diberi nama internal
shaping karena tekanan konstan terhadap tingkah laku datangnya dari dalam
organisme, bukan dari lingkungan fisik. Skinner (1951) bahwa proses internal
shaping dapat dilukiskan dengan cukup obyektif, tetapi pelaksanaannya
memerlukan kecerdasan, akal, dan keahlian yang besar dari orang yang melakukan
shaping.
Proses shaping akan sangat berjalan
dengan sangat cepat dan efektif bila reinforcement tepat bersamaan waktu dengan
respon. Dalam shaping ada tahapan-tahapan dalam menuju perilaku akhir, meskipun
belum sampai pada perilaku akhir yang diharapkan, apabila seseorang itu telah
berubah atau membentuk perilaku baru maka diberikan reinforcement.
2.
Aspek Perilaku yang Dapat Dibentuk
Ada tiga aspek perilaku yang bisa
dibentuk :
a. Topografi
Pembentukan bentuk respon tertentu
atau tindakan spesifik. Mencetak kata / mengikuti perkataan dan menulis kata
yang sama adalah respon yang sama yang dibuat dengan dua topografi yang
berbeda. Contohnya membentuk seorang anak untuk mengatakan “mama” buka “ma-ma”
b. Jumlah
Pembentukan perilaku yang dilakukan
dengan peningkatan jumlah. Contoh; seorang anak yang belajar berjalan, pada
mulanya dia hanya bisa berjalan beberapa langkah saja, namun lama kelamaan
karena diperkuat akhirnya anak dapat berjalan dengan mulus tanpa tertatih.
c. Intensitas kekuatan suatu respon
Pembentukan perilaku yang dilakukan
dengan peningkatan intensitas / keseringan. Contohnya, seorang anak yang kurang
diperhatikan orangtuanya, lalu ia rajin membersihkan rumah dan sang anak
mendapatkan perhatian orangtuanya, akhirnya anak tersebut akan lebih sering
mengulangi perbuatannya agar terus mendapatkan perhatian orangtuanya.
Contoh untuk ketiga aspek tersebut
yaitu orang mengangkat barbell, hari pertama dia angkat berbel 2 kg
dengan jumlah 8x angkatan.
Secara
topografi : barbell bisa
diangkat ke atas,ke samping dan pindah
Secara
jumlah
: hari ke2 dia angkat 16x angkatan
Secara
intensitas : hari ke3 dia
angkat barbell 4kg
Dalam jurnal COMMUNICATIONS
OF THE ACM, Vol. 40, No. 1, January 1997 yang berjudul Ethics Online Shaping social behavior online takes more than new laws and modified
edicts oleh Deborah G. Johnson mengatakan bahwa shaping dengan
menggabungkan komunikasi online dan ofline dapat membentuk dan meningkatkan
komunikasi, serta dapat menjadi acuan seseorang ketika berbicara mengajak
orang-orang yang berada dalam forum. Selain itu gabungan antara komunikasi
online dan ofline dapat membentuk kepedulian seseorang terhadap kerahasiaan dan
kebenaran ketika ragu-ragu atas rahasia terhadap diri sendiril, dan juga mampu
berkomunikasi dengan orang lain dan mengetahui kebenaran atas komunikasi
tersebut seperti tidak menipu, memfitnah ataupun mengusik.
3.
Prosedur Shaping
Prosedur untuk melaksanakan shaping
yaitu:
a. Menentukan perilaku akhir yang
diinginkan
Langkah pertama dalam shaping adalah
mengidentifikasikan dengan jelas perilaku akhir yang diinginkan, yang sering
disebut sebagai perilaku terminal (tujuan akhir). Dalam kasus anak yang mencoba
berjalan tadi, perilaku terakhir yang diinginkan adalah berjalan tanpa bantuan,
misalnya dari ruang TV sampai ruang makan. Dengan definisi yang spesifik
seperti ini, ada sedikit kemungkinan bahwa orang yang berbeda akan
mengembangkan harapan yang berbeda mengenai kinerja sang anak. Jika orang yang
berbeda bekerja dengan individu yang mengharapkan hal yang berbeda, maka
kemajuan cenderung terbelakang. Akhir perilaku yang diinginkan harus dinyatakan
sedemikian rupa sehingga semua karakteristik dari perilaku (topografi, jumlah
maupun intensitas) diidentifikasi.
b. Pemilihan pemulaian tingkah laku
(memilih perilaku)
Karena terminal perilaku yang
diinginkan tidak terjadi pada awalnya perlu memperkuat beberapa perilaku yang
mendekati itu, dan mengidentifikasi titik awal. Tujuan program awal ini adalah
untuk membentuk perilaku, dengan memperkuat titik awal ke final yang diinginkan
meskipun titik awal mungkin sama sekali berbeda dengan perilaku terminal.
c. Pemilihan langkah-langkah
pembentukan (langkah memilih Shaping)
Tahap ini membantu kita untuk
mendekati akhir perilaku yang diinginkan. Contoh; anggaplah akhir perilaku yang
diharapkan dalam program membentuk seorang anak berkata “papa”, telah
ditetapkan bahwa anak berkata “Paa” dan respon ini diatur sebagai perilaku
awal. Kita andaikan bahwa kita memutuskan untuk pergi dari perilaku awal “Paa”
melalui langkah-langkah beriku “Paa-Paa”, “Pa-Pa”, dan “Papa”. Untuk memulai,
penguatan diberikan pada sejumlah kesempatan untuk memancarkan perilaku awal
(“Paa”). Ketika perilaku ini terjadi pelatih bergerak ke langkah berikutnya dan
memperkuat langkah demi langkah sampai anak akhirnya berkata “papa”. Memang tidak ada seperangkat pedoman
untuk mengidentifikasi ukuran langkah yang ideal, namun dalam usaha untuk
menentukan langkah-langkah perilaku awal ke terminal perilaku, pelatih sudah
bisa membayangkan langkah-langkah yang akan dilalui.
d. Bergerak untuk memperbaiki
Ada beberapa aturan praktis untuk
memperkuat respon akhir yang diinginkan :
·
Jangan bergerak terlalu cepat ke langkah berikutnya. Masuk
ke langkah selanjutnya dapat dilakukan apabila langkah sebelumnya telah mapan.
·
Lanjutkan dalam langkah-langkah cukup kecil. Jika tidak,
langkah sebelumnya akan hilang. Namun, jangan membuat langkah-langkah kecil
yang tidak perlu.
·
Jika kehilangan suatu perilaku karena anda bergeerak terlalu
cepat atau terlalu besar mengambil langkah, kembali ke langkah awal dimana anda
dapat mengambil perilaku lagi.
·
Item a dan b memberutahukan untuk tidak berjalan
terlalu cepat, dan butir c menyatakan bagaimana untuk mengoreksi efek buruk
berjalan terlalu cepat. Hal ini juga penting, agar perkembangannya tidak
terlambat. Jika salah satu langkah diterapkan begitu lama maka akan menjadi
sangat kuat, kemugkinan untuk mencapai terminal akan kecil.
Pedoman ini mungkin tidak begitu
membantu. Di satu sisi, disarankan untuk tidak bergerak terlalu cepat dari satu
pendekatan ke pendekatan lain. Di sisi lain, disarankan untuk tidak bergerak
terlalu lambat. Jika kita bisa menyertai pedoman ini dengan rumus matematika
untuk menghitung ukuran yang tepat langkah-langkah ynang harus diambil dalam setiap
situasi dan persis berapa banyak bala bantuan harus diberikan pada setiap
langkah, pedoman akan jauh lebih berguna. Shaping memerlukan banyak latihan dan
keterampilan jika harus dilakukan dengan efektivitas maksimum.
B.
TOKEN ECONOMY
1. Pengertian
Token economy
adalah sebuah program dimana sekelompok individu bisa mendapatkan token untuk
beberapa perilaku yang diharapkan muncul, dan token yang dihasilkan bisa
ditukar dengan back up reinforcer.
Token economy
dibuat berdasarkan prinsip conditioning
reinforcement. Conditioning
reinforcement adalah stimulus yang tidak secara langsung menguatkan
perilaku, namun stimulus tersebut bisa menjadi penguat jika dipasangkan dengan
reinforcer lain.
Ada
tiga karakteristik dasar yang dimiliki token
economy sebagai suatu program dalam modifikasi perilaku, yaitu :
a. Perilaku
yang akan diperkuat dipaparkan dengan jelas.
b. Prosedur
yang digunakan adalah dengan memberikan reinforcing
stimuli (token) saat perilaku target muncul.
c. Aturan
yang ada direncanakan untuk mengatur pertukaran token untuk setiap objek atau
peristiwa yang akan diperkuat.
2. Prosedur
Langkah-langkah
Implementasi Token Economy
a.
Menentukan
Perilaku Target
Semakin
homogen individu kelompok yang akan dikenai token
economy, maka akan semakin mudah menstandardisasikan aturan-aturan yang
berlaku dalam token economy.
b.
Mencari
Garis Basal
Yakni
memperoleh data sebelum melakukan penanganan, biasanya melalui pengamatan
selama dua minggu terhadap perilaku target. Sesudah program dimulai, kita bisa
membandingkan data dengan data yang diperoleh saat menentukan garis basal,
sehingga dapat menentukan efektivitas program.
c.
Memilih
Back up Reinforcer
Perlu
diperhatikan bagaimana karakteristik peserta program dan apa saja ikira-kira
barang yang dibutuhkannya. Barang yang menjadi pengukuh pendukung haruslah
barang yang dapat digunakan atau consumable.
Perlu diperhatikan pula tempat penyimpanan, dan dana yang dibutuhkan untuk
melaksanakan program.
d. Memilih Tipe Token Yang
Akan Digunakan
Secara
umum, tipe token haruslah menarik, ringan, mudah dipindahkan, tahan lama, mudah
dipegang, dan tidak mudah dipalsukan. Beberapa contoh yaitu stiker, keping
logam, koin, check-mark, poin, poker chip, stempel yang dicap di buku,
tanda bintang, kartu, dll.
e. Mengidentifikasi
Sumber-sumber Yang Bisa Membantu
Beberapa
sumber yang bisa membantu adalah staf, relawan, mahasiswa, residen, orang yang
akan dikenai token itu sendiri.
f.
Memilih
Lokasi Yang Tepat.
Token dapat diberikan dimana saja, asal
diberikan setelah perilaku target muncul.
g.
Menyiapkan
Manual / pedoman Token Economy Pada
Klien Dan Staf.
Ada
suatu prosedur spesifik dalam penerapan program token economy
a.
Perlu diperhatikan
bagaimana cara penyimpanan data, kertas data yang akan digunakan, siapa dan
bagaimana data itu akan dicatat.
b.
Siapa yang akan
memberikan pengukuh atau agen pengukuh (reinforcing
agent), dan untuk perilaku apa.
c.
Menentukan jumlah token
yang bisa didapat pada setiap perilaku. Pemebrian token dapat mulai dikurangi
bila perilaku target telah terbetuk.
d.
Menyusun prosedur dan
menentukan jumlah token untuk memperoleh back
up reinforcer. Pada awal program, frekuensi penyediaan pengukuh pendukung
harus cukup tinggi, lalu berkurang secara bertahap.
e.
Berhati-hati terhadap
kemungkinan munculnya hukuman.
Ada
kemungkinan hukuman bersyarat (possible
punishment contingencies). Klien membayar dengan token bila ia melakukan
tindakan kontraproduktif.
f.
Memastikan bahwa tugas
yang harus dilakukan staf sudah jelas, dan pemberian pengukuh pada staf.
g.
Membuat rencana untuk
menghadapi kemungkinan masalah yang akan timbul. Masalah yang biasa timbul
antara lain, kebingungan, kekurangan staf, peserta merusak token, dan lain-lain.
3. Penerapan
Token Economy
Dalam
jurnal behavioral interventions. 15: 135-143, 2000 yang berjudul Use
of a Token Economy to Eliminate Excessive In Appropriate Social Behavior in an Adult With Developmental
Disabilities. Jornal
of Behavioral Interventions.
Oleh Le Blanc , Linda, dkk menemukan bahwa Token ekonomi efektif
untuk menghilangkan 99% perilku tidak pantas dalam interaksi social, 97%
menghilangkan agresivitas verbal, 97% menghilangkan perilaku seksual yang tidak
pantas. Sementara dalam Jornal
of Behavioral Interventions. No 21 hal 155-164 yang berjudul The Effects
of Token Reinforcement on Attending in A Young Childwith Autism oleh Tarbox, Rachel, dkk
menemukan bahwa token ekomoni meningkatkan perilaku menghadiri kelas oleh anak
autis, penguatan efektif jika token tersedia dan ketika token dapat ditukar
tanpa ada penundaan waktu.
Token economy bisa juga diterapkan dalam :
a. Membantu
murid yang cacat di dalam ruang kelas
b. Menangani
anak –anak dengan masalah antisocial
c. Treatment
untuk pecandu alkohol
d. Menurunkan
tingkat absent dan meningkatkan performa kerja
e. Mengurangi
perilaku agresif tahanan.
f. Mengelola
perilaku anak dalam keluarga.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa shaping
dan token economy efektif dalam
mengubah perilaku seseorang yang tidak sesuai menjadi perilaku yang dapat
diterima lingkungan dan masyarakat, namun harus menggunakan prosedur yang tepat
agar modifikasi perilaku dapat menunjukkan hasil yang diharapkan.
1.
Kelemahan
Shaping
a. Beberapa
perilaku tidak bisa dibiarkan terjadi meski pada saat itu sedang pada tahap
extinction
b. Orang
tua sering tidak sadar akan prinsip yang ia buat
c. Orang
tua terlalu banyak berharap akan segala sesuatu pada anaknya.
2.
Kelemahan Token Economy
a. Kurangnya
pembentukan motivasi intrinsik, karena token merupakan dorongan dari luar diri.
b. Dibutuhkan
dana lebih banyak untuk penyediaan pengukuh pendukung /back up reinforcer
c. Adanya
beberapa hambatan dari orang yang memberikan dan menerima token.
REFERENSI
Martin,
G & Pear, J. 1996. Behavior
Modification : What It Is and How To Do It. New Jersey. Prentice Hall
International, Inc.
Tarbox, Rachel, dkk. 2006. The Effects of Token Reinforcement on Attending in A Young Childwith Autism. Jornal of Behavioral
Interventions. No 21 hal 155-164
Le Blanc, Linda, dkk. 2000. Use of a
Token Economy to Eliminate Excessive In Appropriate Social Behavior in an Adult With Developmental Disabilities. Jornal of Behavioral Interventions. No 15 hal 135-143
Deborah
G. Johnson. 1997.
Ethics Online Shaping social
behavior online takes more than new laws and modified edicts. Jurnal COMMUNICATIONS
OF THE ACM, Vol. 40, No. 1, January
0 komentar:
Posting Komentar