Select Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
use your language

Sabtu, 06 Oktober 2012

Shaping dan Token Ekonomi


              Didalam kehidupan sehari-hari banyak di temui prilaku salah dan prilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dengan adanya prilaku yang seperti hal-hal tersebut, perlu adanya upaya mencegah dan menyehatkan kembali prilaku-prilaku yang salah tersebut. Salah satu cara menangani masalah tersebut perlu dilakukan salah satunya modifikasi prilaku.
            Modifikasi perilaku merupakan usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupun prinsip psikologis hasil eksperimen lain pada perilaku manusia. Modifikasi prilaku beranggaapan bahwa prilaku yang dapat di observasi dan di amati dan di ukur merupakan target yang bagus untuk dapat berubah. Batasan modifikasi perilaku adalah penggunaan secara sistematis teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi prilaku social tertentu atau tindakan mengontrol lingkungan prilaku tersebut. Dalam modifikasi perilaku dapat digunakan berbagai teknik salah satunya teori Operant conditioning Skinner yang dilakukan dengan shapping dan token economy

A.      SHAPING
1.      Pengertian
Shaping adalah pembentukan perilaku baru atau perilaku yang belum pernah dilakukan individu, dan sulit atau tidak mungkin untuk memunculkan perilaku baru yang diinginkan tersebut, dengan cara memberi pengukuh/penguat jika telah muncul perilaku-perilaku yang menyerupai atau mendekati perilaku yang diinginkan, sehingga pada akhirnya memunculkan perilaku yang sama sekali baru yang diinginkan.
Jadi shaping itu adalah prosedur yang digunakan untuk membentuk perilaku seorang individu. Karena perilaku memiliki tingkat kejadian, maka tidak mungkin untuk meningkatkan frekuensi perilaku hanya dengan menunggu sampai terjadi dan kemudian baru menguatkannya. Oleh karena itu, untuk memperkuat perilaku harus memperkuat respon mulai dari nol sampai ke frekuensi yang lebih besar.
Shaping didefinisikan sebagai perkembangan perilaku baru oleh penguatan berturut-turut dari perilaku yang ingin dikuatkan sebelumnya. Kadang-kadang perilaku baru terjadi ketika seorang individu menampakkan beberapa perilaku awal, dan lingkungan (orang lain) memperkuat variasi-variasi kecil dalam perilaku. Akhirnya bahwa perilaku awal dapat dibentuk sehingga bentuk akhir tidak lagi menyerupai perilaku awal.
Kebanyakan orang tua menggunakan prosedur pembentukan dalam mengajar anak-anak mereka untuk berbicara, misalnya saja ketika pertama kali bayi mulai mengoceh, ia mengikuti bahasa asli orangtua walaupun masih mereka-reka. Pada saat mulai mengoceh inilah orangtua memperkuat perilaku misalnya dengan belaian, pelukan atau ciuman pada sang anak.
Ada dua cara untuk membentuk sebuah respon, yaitu :
a.       Eksternal shaping
Jika kita menghendaki seseorang melakukan sebuah respon tertentu, misalnya menekan pengumpil untuk memperoleh makanan, maka lingkungan dapat diatur sedemikian rupa sehingga respon ini kemungkinan besar dilakukan. Dalam bahasa skinner, respon-respon dalam conditional klasik dibentuk secara tidak begitu kaku, sedang respon-respon instrumental dibentuk secara tidak begitu kaku tetapi masih tetap berada dibawah penguasaan kondisi luar.
b.      Internal shaping
Internal shaping dapat terjadi dalam lingkungan yang sangat bebas dan sangat tidak berstruktur. Diberi nama internal shaping karena tekanan konstan terhadap tingkah laku datangnya dari dalam organisme, bukan dari lingkungan fisik. Skinner (1951) bahwa proses internal shaping dapat dilukiskan dengan cukup obyektif, tetapi pelaksanaannya memerlukan kecerdasan, akal, dan keahlian yang besar dari orang yang melakukan shaping.

Proses shaping akan sangat berjalan dengan sangat cepat dan efektif bila reinforcement tepat bersamaan waktu dengan respon. Dalam shaping ada tahapan-tahapan dalam menuju perilaku akhir, meskipun belum sampai pada perilaku akhir yang diharapkan, apabila seseorang itu telah berubah atau membentuk perilaku baru maka diberikan reinforcement. 

2.      Aspek Perilaku yang Dapat Dibentuk
Ada tiga aspek perilaku yang bisa dibentuk :
a.       Topografi
Pembentukan bentuk respon tertentu atau tindakan spesifik. Mencetak kata / mengikuti perkataan dan menulis kata yang sama adalah respon yang sama yang dibuat dengan dua topografi yang berbeda. Contohnya membentuk seorang anak untuk mengatakan “mama” buka “ma-ma”
b.      Jumlah
Pembentukan perilaku yang dilakukan dengan peningkatan jumlah. Contoh; seorang anak yang belajar berjalan, pada mulanya dia hanya bisa berjalan beberapa langkah saja, namun lama kelamaan karena diperkuat akhirnya anak dapat berjalan dengan mulus tanpa tertatih.
c.       Intensitas kekuatan suatu respon
Pembentukan perilaku yang dilakukan dengan peningkatan intensitas / keseringan. Contohnya, seorang anak yang kurang diperhatikan orangtuanya, lalu ia rajin membersihkan rumah dan sang anak mendapatkan perhatian orangtuanya, akhirnya anak tersebut akan lebih sering mengulangi perbuatannya agar terus mendapatkan perhatian orangtuanya.
Contoh untuk ketiga aspek tersebut yaitu orang mengangkat barbell, hari pertama dia angkat berbel 2  kg dengan jumlah 8x angkatan.
Secara topografi          : barbell bisa diangkat ke atas,ke samping dan pindah
Secara jumlah              : hari ke2 dia angkat 16x angkatan
Secara intensitas          : hari ke3 dia angkat barbell 4kg
           Dalam jurnal COMMUNICATIONS OF THE ACM, Vol. 40, No. 1, January 1997 yang berjudul Ethics Online Shaping social behavior online takes more than new laws and modified edicts oleh Deborah G. Johnson mengatakan bahwa shaping dengan menggabungkan komunikasi online dan ofline dapat membentuk dan meningkatkan komunikasi, serta dapat menjadi acuan seseorang ketika berbicara mengajak orang-orang yang berada dalam forum. Selain itu gabungan antara komunikasi online dan ofline dapat membentuk kepedulian seseorang terhadap kerahasiaan dan kebenaran ketika ragu-ragu atas rahasia terhadap diri sendiril, dan juga mampu berkomunikasi dengan orang lain dan mengetahui kebenaran atas komunikasi tersebut seperti tidak menipu, memfitnah ataupun mengusik.

3.      Prosedur Shaping
Prosedur untuk melaksanakan shaping yaitu:
a.       Menentukan perilaku akhir yang diinginkan
Langkah pertama dalam shaping adalah mengidentifikasikan dengan jelas perilaku akhir yang diinginkan, yang sering disebut sebagai perilaku terminal (tujuan akhir). Dalam kasus anak yang mencoba berjalan tadi, perilaku terakhir yang diinginkan adalah berjalan tanpa bantuan, misalnya dari ruang TV sampai ruang makan. Dengan definisi yang spesifik seperti ini, ada sedikit kemungkinan bahwa orang yang berbeda akan mengembangkan harapan yang berbeda mengenai kinerja sang anak. Jika orang yang berbeda bekerja dengan individu yang mengharapkan hal yang berbeda, maka kemajuan cenderung terbelakang. Akhir perilaku yang diinginkan harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga semua karakteristik dari perilaku (topografi, jumlah maupun intensitas) diidentifikasi.
b.      Pemilihan pemulaian tingkah laku (memilih perilaku)
Karena terminal perilaku yang diinginkan tidak terjadi pada awalnya perlu memperkuat beberapa perilaku yang mendekati itu, dan mengidentifikasi titik awal. Tujuan program awal ini adalah untuk membentuk perilaku, dengan memperkuat titik awal ke final yang diinginkan meskipun titik awal mungkin sama sekali berbeda dengan perilaku terminal. 
c.       Pemilihan langkah-langkah pembentukan (langkah memilih Shaping)
Tahap ini membantu kita untuk mendekati akhir perilaku yang diinginkan. Contoh; anggaplah akhir perilaku yang diharapkan dalam program membentuk seorang anak berkata “papa”, telah ditetapkan bahwa anak berkata “Paa” dan respon ini diatur sebagai perilaku awal. Kita andaikan bahwa kita memutuskan untuk pergi dari perilaku awal “Paa” melalui langkah-langkah beriku “Paa-Paa”, “Pa-Pa”, dan “Papa”. Untuk memulai, penguatan diberikan pada sejumlah kesempatan untuk memancarkan perilaku awal (“Paa”). Ketika perilaku ini terjadi pelatih bergerak ke langkah berikutnya dan memperkuat langkah demi langkah sampai anak akhirnya berkata “papa”. Memang tidak ada seperangkat pedoman untuk mengidentifikasi ukuran langkah yang ideal, namun dalam usaha untuk menentukan langkah-langkah perilaku awal ke terminal perilaku, pelatih sudah bisa membayangkan langkah-langkah yang akan dilalui.
d.       Bergerak untuk memperbaiki
Ada beberapa aturan praktis untuk memperkuat respon akhir yang diinginkan :
·         Jangan bergerak terlalu cepat ke langkah berikutnya. Masuk ke langkah selanjutnya dapat dilakukan apabila langkah sebelumnya telah mapan.
·         Lanjutkan dalam langkah-langkah cukup kecil. Jika tidak, langkah sebelumnya akan hilang. Namun, jangan membuat langkah-langkah kecil yang tidak perlu.
·         Jika kehilangan suatu perilaku karena anda bergeerak terlalu cepat atau terlalu besar mengambil langkah, kembali ke langkah awal dimana anda dapat mengambil perilaku lagi.
·          Item a dan b memberutahukan untuk tidak berjalan terlalu cepat, dan butir c menyatakan bagaimana untuk mengoreksi efek buruk berjalan terlalu cepat. Hal ini juga penting, agar perkembangannya tidak terlambat. Jika salah satu langkah diterapkan begitu lama maka akan menjadi sangat kuat, kemugkinan untuk mencapai terminal akan kecil.
Pedoman ini mungkin tidak begitu membantu. Di satu sisi, disarankan untuk tidak bergerak terlalu cepat dari satu pendekatan ke pendekatan lain. Di sisi lain, disarankan untuk tidak bergerak terlalu lambat. Jika kita bisa menyertai pedoman ini dengan rumus matematika untuk menghitung ukuran yang tepat langkah-langkah ynang harus diambil dalam setiap situasi dan persis berapa banyak bala bantuan harus diberikan pada setiap langkah, pedoman akan jauh lebih berguna. Shaping memerlukan banyak latihan dan keterampilan jika harus dilakukan dengan efektivitas maksimum.

B.       TOKEN ECONOMY
1.      Pengertian
Token economy adalah sebuah program dimana sekelompok individu bisa mendapatkan token untuk beberapa perilaku yang diharapkan muncul, dan token yang dihasilkan bisa ditukar dengan back up reinforcer.
Token economy dibuat berdasarkan prinsip conditioning reinforcement. Conditioning reinforcement adalah stimulus yang tidak secara langsung menguatkan perilaku, namun stimulus tersebut bisa menjadi penguat jika dipasangkan dengan reinforcer lain.
Ada tiga karakteristik dasar yang dimiliki token economy sebagai suatu program dalam modifikasi perilaku, yaitu :
a.   Perilaku yang akan diperkuat dipaparkan dengan jelas.
b.  Prosedur yang digunakan adalah dengan memberikan reinforcing stimuli (token) saat perilaku target muncul.
c.   Aturan yang ada direncanakan untuk mengatur pertukaran token untuk setiap objek atau peristiwa yang akan diperkuat.

2.      Prosedur
Langkah-langkah Implementasi Token Economy
a.       Menentukan Perilaku Target
Semakin homogen individu kelompok yang akan dikenai token economy, maka akan semakin mudah menstandardisasikan aturan-aturan yang berlaku dalam token economy.

b.      Mencari Garis Basal
Yakni memperoleh data sebelum melakukan penanganan, biasanya melalui pengamatan selama dua minggu terhadap perilaku target. Sesudah program dimulai, kita bisa membandingkan data dengan data yang diperoleh saat menentukan garis basal, sehingga dapat menentukan efektivitas program.
c.       Memilih Back up Reinforcer
Perlu diperhatikan bagaimana karakteristik peserta program dan apa saja ikira-kira barang yang dibutuhkannya. Barang yang menjadi pengukuh pendukung haruslah barang yang dapat digunakan atau consumable. Perlu diperhatikan pula tempat penyimpanan, dan dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan program.
d.      Memilih Tipe Token Yang Akan Digunakan
Secara umum, tipe token haruslah menarik, ringan, mudah dipindahkan, tahan lama, mudah dipegang, dan tidak mudah dipalsukan. Beberapa contoh yaitu stiker, keping logam, koin, check-mark, poin, poker chip, stempel yang dicap di buku, tanda bintang, kartu, dll.
e.      Mengidentifikasi Sumber-sumber Yang Bisa Membantu
Beberapa sumber yang bisa membantu adalah staf, relawan, mahasiswa, residen, orang yang akan dikenai token itu sendiri.
f.       Memilih Lokasi Yang Tepat.
Token dapat diberikan dimana saja, asal diberikan setelah perilaku target muncul.
g.      Menyiapkan Manual / pedoman Token Economy Pada Klien Dan Staf.

Ada suatu prosedur spesifik dalam penerapan program token economy
a.      Perlu diperhatikan bagaimana cara penyimpanan data, kertas data yang akan digunakan, siapa dan bagaimana data itu akan dicatat.
b.      Siapa yang akan memberikan pengukuh atau agen pengukuh (reinforcing agent), dan untuk perilaku apa.
c.      Menentukan jumlah token yang bisa didapat pada setiap perilaku. Pemebrian token dapat mulai dikurangi bila perilaku target telah terbetuk.
d.      Menyusun prosedur dan menentukan jumlah token untuk memperoleh back up reinforcer. Pada awal program, frekuensi penyediaan pengukuh pendukung harus cukup tinggi, lalu berkurang secara bertahap.
e.      Berhati-hati terhadap kemungkinan munculnya hukuman. Ada kemungkinan hukuman bersyarat (possible punishment contingencies). Klien membayar dengan token bila ia melakukan tindakan kontraproduktif.
f.       Memastikan bahwa tugas yang harus dilakukan staf sudah jelas, dan pemberian pengukuh pada staf.
g.      Membuat rencana untuk menghadapi kemungkinan masalah yang akan timbul. Masalah yang biasa timbul antara lain, kebingungan, kekurangan staf, peserta merusak token, dan lain-lain.

3.      Penerapan Token Economy
            Dalam jurnal behavioral interventions. 15: 135-143, 2000 yang berjudul Use of a Token Economy to Eliminate Excessive In Appropriate Social Behavior in an Adult With Developmental Disabilities. Jornal of Behavioral Interventions. Oleh Le Blanc , Linda, dkk menemukan bahwa Token ekonomi efektif untuk menghilangkan 99% perilku tidak pantas dalam interaksi social, 97% menghilangkan agresivitas verbal, 97% menghilangkan perilaku seksual yang tidak pantas. Sementara dalam Jornal of Behavioral Interventions. No 21 hal 155-164 yang berjudul The Effects of Token Reinforcement on Attending in A Young  Childwith Autism oleh Tarbox, Rachel, dkk menemukan bahwa token ekomoni meningkatkan perilaku menghadiri kelas oleh anak autis, penguatan efektif jika token tersedia dan ketika token dapat ditukar tanpa ada penundaan waktu.
            Token economy bisa juga diterapkan dalam :
a.       Membantu murid yang cacat di dalam ruang kelas
b.      Menangani anak –anak dengan masalah antisocial
c.       Treatment untuk pecandu alkohol
d.      Menurunkan tingkat absent dan meningkatkan performa kerja
e.       Mengurangi perilaku agresif tahanan.
f.       Mengelola perilaku anak dalam keluarga.


KESIMPULAN

            Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa shaping dan token economy efektif dalam mengubah perilaku seseorang yang tidak sesuai menjadi perilaku yang dapat diterima lingkungan dan masyarakat, namun harus menggunakan prosedur yang tepat agar modifikasi perilaku dapat menunjukkan hasil yang diharapkan.

1.      Kelemahan Shaping
a.       Beberapa perilaku tidak bisa dibiarkan terjadi meski pada saat itu sedang pada tahap extinction
b.      Orang tua sering tidak sadar akan prinsip yang ia buat
c.       Orang tua terlalu banyak berharap akan segala sesuatu pada anaknya.


2.      Kelemahan Token Economy
a.       Kurangnya pembentukan motivasi intrinsik, karena token merupakan dorongan dari luar diri.
b.      Dibutuhkan dana lebih banyak untuk penyediaan pengukuh pendukung /back up reinforcer
c.       Adanya beberapa hambatan dari orang yang memberikan dan menerima token.

REFERENSI 

Martin, G & Pear, J. 1996. Behavior Modification : What It Is and How To Do It. New Jersey. Prentice Hall International, Inc. 

Tarbox, Rachel, dkk. 2006. The Effects of Token Reinforcement on Attending in A Young  Childwith Autism. Jornal of Behavioral Interventions. No 21 hal 155-164

Le Blanc, Linda, dkk. 2000. Use of a Token Economy to Eliminate Excessive In Appropriate Social Behavior in an Adult With Developmental Disabilities. Jornal of Behavioral Interventions. No 15 hal 135-143

Deborah G. Johnson. 1997. Ethics Online Shaping social behavior online takes more than new laws and modified edicts. Jurnal COMMUNICATIONS OF THE ACM, Vol. 40, No. 1, January

0 komentar:

Posting Komentar

Facebook comment