Select Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
use your language

Senin, 24 September 2012

Sejarah Psikologi

disusun oleh : stevan.upp


SEJARAH PSIKOLOGI

1.      AKAR DARI PSIKOLOGI
Psikologi tertarik pada sifat manusia dan bagaimana fungsi dari manusia. Namun, psikologi tidak berarti satu-satunya bidang penyelidikan yang mencari jawaban atas teka-teki dari sifat manusia. Akar psikologi dapat ditelusuri ke filsuf kuno berdasarkan catatan awal mereka untuk memahami psikologi. Akar awal psikologi modern dapat ditelusuri ke dua pendekatan yang berbeda untuk perilaku manusia: filsafat dan fisiologi (lihat Gambar 1). Filsafat mengeksplorasi dan mencoba untuk menjelaskan sifat manusia melalui introspeksi diri atau pemeriksaan salah satu pengalaman. Melalui proses pertanyaan diri dan mengajukan pertanyaan lain, filsuf telah berusaha untuk mengungkap bagaimana kita berpikir, bagaimana kita belajar, bagaimana kita memperoleh pengetahuan dan bagaimana kita menggunakan pengalaman kita. Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia dan melalui pengamatan sarjana Yunani awal berusaha untuk memahami cara kerja tubuh manusia.



2.      SEJARAH
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasiikan laboratoriumnya tahun 1879 – yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu – pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelekstual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.

2.1  Psikologi sebagai bagian dari filsafat
2.1.1        Masa Yunani
            Pendekatan dan orientasi filsafat masa Yunani yang terarah pada eksplorasi alam, empirical observations, ditandai dengan kemajuan di bidang astronomi dan matematika, meletakkan dasar ciri natural science pada psikologi, yaitu objective, experimentation and observation, the real activity of living organism. Pertanyaan utama yang selalu berulang :
Why do we behave as we do?
Why are we able to generate reasonable explanation of some actions but not of others?
Why do we have moods?
Why do we seem to know what we know?

Efforts to find ‘the cause’.
Comte: causal explanation adalah indikator untuk perkembangan tahap intelektual bagi peradaban manusia Masa Pra Yunani Kuno : tahap intelektual masih primitif yaitu theological/animism : atribusi ‘the cause’ pada dewa-dewa atau spiritual power. Contoh : Mesir
            Manusia adalah pihak yang lemah. Perilaku ditentukan oleh kekuatan para spirit, maka tugas utama manusia adalah menjaga hubungan baik dengan mereka dengan cara menjunjung tinggi otoritas para spirit.
            Kejayaan masa Yunani ditandai oleh pemikiran dari tiga filsuf besar: Socrates, Plato, Aristoteles; walau masih dipengaruhi pemikiran-pemikiran masa sebelumnya (masa Yunani Kuno).
Tokoh-tokoh
·         Socrates
      Sering disebut sebagai filsuf kontroversial, dangerous man for values of the day.
      Faktanya : Tujuan utama Socrates adalah quest for the nature of true virtue and goodness a moral philosopher, “midfive” to knowledge of virtue
Typical Socratic Questions :
-        What is justice ?
-        What is beauty ?
-        What is courage ?
-        What is the good?
      Virtue and knowledge sudah ada dalam diri seseorang, manusia dpt melakukan penilaian ttg. Baik-buruk secara intuitive meskipun mungkin tidak tahu mengapa, latent knowledge.
Action : pra-theory Contemplation, explanation : theory, knowledge
Metode : Socratic, dialog, ‘bringing it out of people rather than describing it to them’.
-        Sumbangan bagi Psikologi/Science
-        General definitions of virtues
-        Early techniques of psychotherapies and depth intv
-        Scientific ethic : publish and defend theories

·         Plato
      Murid Socrates, berbeda dgn gurunya, datang dari keluarga terpandang dan terpelajar.
      Menciptakan bidang epistemology, the study of knowledge, yang dalam psikologi berkembang menjadi psikologi kognitif.

What is knowledge? What is truth?
Knowledge is true all times and in all places.
Kebenaran ada pada paparan Being, tidak bisa ditemukan dalam materi dan penginderaan yang selalu berubah dalam dunia materi. Observasi manusia tidak bisa dipercaya karena bersifat subyektif dan tidak obyektif. Maka Plato tidak percaya pada persepsi dan penginderaan.
Knowledge has to be rationally justifiable
Kebenaran ada pada dunia ide (the Forms). Bentuk yang paling sempurna hanya ada pada ide, konsep yang terbentuk dari hal nyata tidak pernah sempurna, mendekati ide selalu, misalnya, ide tentang “lingkaran sempurna” hanya ada di benak kita dan semua lingkaran tidak pernah mendekati sempurna. Karena hanya idelah yang bisa dibuktikan secara rasional.
Dengan pandangan-pandangannya ini, Plato dikenal sebagai seorang dualist, memisahkan antara dunia ide dan materi.


Why do we act as we do?
Selain sebagai seorang epistemologist, Plato juga meneruskan tradisi gurunya sebagai seorang moral philosopher. Fokus penggaliannya juga bergerak sekitar human motivation.
Plato mendefinisikan tiga tingkatan soul :
-        rational soul : located in the head, the highest level, perfect.
-        spirited soul : located in the chest, noble things like glory and immortality of fame, capable of shame and guilt
-        desiring soul: located in the belly and below :irrational impulses, such as food, sex, desire for money.

      Ketiga soul di atas yang mendorong orang untuk bertingkah laku. Berdasarkan tingkatan ketiga soul di atas, kelompok masyarakat terbagi atas tiga kelas juga.
Guardians : kelompok filsuf, rational soul, kelompok elit dan berhak memerintah karena academic education dan innate greatness.
Auxiliaries : kelompok tentara, tugas utama adalah membela negara dan menjaga kelancara administrasi negara
Productive Class : kelompok pekerja, pedagang, buruh. Didorong oleh impuls rasional. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sambil menyediakan jasa bagi kedua kelompok lainnya.
      Kritik : dalam kenyataannya penggambaran ketiga kelas ini sulit dipertanggungjawabkan konsistensinya, misalnya kelompok productive dan auxiliaries juga memiliki kemampuan reason, misalnya untuk kalkulasi dan perencanaan pekerjaannya.
      Sumbangan bagi psikologi/science : penekanannya pada rationalitas dan objektivitas dari pengetahuan/ilmu dapat dikatakan meletakkan dasar pengetahuan alam (science) yang sampai sekarang masih dianut. Pemahaman mengenai drives/needs yang mendorong perilaku manusia adalah dasar bagi konsep motivasi dalam psikologi. Pembagian motivasi menjadi dasar Freudian.

·         Aristoteles
      Murid Plato, mendasarkan diri pada pandangan gurunya, namun kemudian mengembangkan prinsip-prinsipnya sendiri.
      Aristoteles adalah seorang biologist, seorang yang sangat empiris, percaya pada hal-hal natural dan riil. Tidak seperti Plato yang senang bergerak di bidang-bidang ideal, Aristoteles adalah seorang yang down to earh.
      Bagi Aristoteles, psikologi adalah ilmu tentang soul. Soul menjadi bagian vital dari individu, menggerakkan, mengarahkan perkembangan organisma, dan mengaktualisasikan organisma menjadi eksistensinya yang sekarang. The soul is the form.
      Dalam hal ini Aristoteles berbeda pandangan dengan gurunya yang memisahkan idea (yang dalam konsepsi Aristoteles dapat disamakan dengan soul) dan materi. Bagi Aristoteles, soul dan materi tidak dapat dipisahkan. Materi tidak berarti tanpa soul.
      Tidak semua benda di alam punya soul, hanya organisma saja, yaitu nutritive soul, sensitive soul,rational soul.

Struktur dan Fungsi dari Rational/Human soul.
-        Perception-the starting point of knowledge-has to do with form, not matter. Contoh : yang dilihat adalah lemari, bukan kayu.
-        The Special Senses, setiap indera memfokuskan diri pada karakteristik khas dari suatu obyek. Bagi Aristoteles, indera kita menangkap karakteristik tersebut dan mencatatnya dalam benak kita, seperti apa adanya.
-        The Interior Senses, bagian penginderaan yang terletak di dalam benak kita, tidak berhubungan dengan dunia luar, namun masih memiliki kontak dengan pengalaman sensasi.
-        Common Sense, bagian yang mengintegrasikan berbagai sensasi yang kita terima sehingga menjadi suatu gambaran utuh dan terintegrasi mengenai dunia kita, terletak di hati. Common sense dan imagination membentuk penilaian kita yang akhirnya membantu kita menginterpretasikan  pengalaman inderawi kita.
-        Memory, image yang utuh mengenai obyek sampai ke memory dan disimpan di sana. Fungsi utama memory adalah merepresentasikan kembali obyek tersebut, tanpa harus disertai kehadiran riil dari obyek nyata tersebut. Juga menghasilkan judgement, perasaan suka/tidak suka yang akhirnya akan mendorong munculnya perilaku.
-        Mind, bagian yang paling rational, hanya dimiliki oleh manusia. Jadi pada binatang, informasi hanya sampai pada memory. Mind berfungsi untuk membentuk abstraksi dari representasi-representasi obyek yang sampai ke memory. Dengan kata lain, membentuk pengetahuan (knowledge). Passive mind adalah potensial, tidak memiliki karakter tersendiri. Apa yang ada di dalamnya baru teraktualisasi menjadi pengetahuan melalui active mind. Active mind bergerak mengolah isi dari passive mind, abadi, dan kekal. Bagian ini tidak tergantung dari tubuh dan ada pada semua manusia.

Motivation
Dibedakan antara motivasi pada hewan (appetite) dan motivasi pada manusia (wish). Manusia mengerti baik-buruk jadi konflik motivasionalnya bersifat moral ethic, sementara hewan bersifat pleasurable.

2.1.2        Masa Abad Pertengahan
a)      Akhir masa Hellenistic
      Pendekatan natural science dari Aristoteles disebarkan oleh muridnya, Alexander the Great melalui ekspansi militer sampai ke daerah Timur.
      Bersamaan dengan itu mulai juga masuk pandangan belahan dunia Timur ke Barat, terutama Persia, India, dan Mesir. Dengan runtuhnya kekuasaan Alexander the Great, pengaruh timur ini semakin kuat, ditandai dengan menguatnya pandangan spiritualitas menggantikan naturalisme.

b)     Masa romawi
Ø  Konteks sosial :
-        Pemerintahan kekaisaran romawi yang mendunia dengan tertib administrasi kependudukan yang kuat serta jaminan akan ketentraman sosial.
-        Pemikiran tentang manusia dan alam menjadi lebih pragmatis, spesifik dan spesialis. Bangsa Romawi lebih tertarik pada ilmu pengetahuan yang teknikal dan aplikatif, seluruhnya diarahkan untuk memperkuat dominasi kekaisaran Romawi.
-        Ide-ide dan pemikiran tentang manusia berkembang subur, bahkan juga ide-ide ketuhanan
Ø  Pengaruh bagi perkembangan pemikiran tentang manusia:
Filsafat yang berkembang memiliki konteks yang lebih terbatas dan spesifik, serta tampak dalam bentuk yang nyata, misalnya ritual religi masyarakat Romawi.
Fokus yang dibicarakan :
dikotomi aktif-pasif, apakah jiwa (yang menggambarkan manusia) adalah unsur yang aktif dan mandiri terhadap lingkungan ataukah unsur yang pasif dan hanya bisa memberi reaksi.
dikotomi passion – reason, manusia dipandang sebagai makhluk yang kehidupannya didorong oleh usaha untuk mencari cara ‘menguasai’ keinginan fisik melalui penolakan dunia materiil dan mencari kebenaran dalam alam dan Tuhan (Neoplatonism)
Pengaruh pada pemikiran tentang nilai moral.
Pemikiran pada masa Romawi memberi jalan bagi berkembangnya kekristenan.

c)      Pengaruh kekristenan
Ø  Konteks sosial :
-        masa penyebaran agama Kristen dengan tokoh Yesus sebagai perwujudan "manusia sempurna" beserta perilakunya yang harus jadi teladan.
-        paham Tritunggal yang mengandaikan x=3x
-        gereja dan para ulamanya berperan penting dalam masyarakat
-        peran gereja menjadi dominan dalam perkembangan intelektualitas di masyarakat, banyak cendekiawan berlatar belakang ulama.
-        secara gradual, gereja menjadi penentu nilai di masyarakat dan berhak melakukan sensor atas tulisan atau ide yang muncul. Gereja juga adalah penyelenggara pendidikan moral. Peran gereja dirasakan kurang memuaskan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, maka muncul universitas-universitas di Eropa yang menawarkan kebebasan berpikir secara lebih luas. Terjadi pertentangan antara gereja dan masyarakat.
Ø  Pengaruh pada pandangan mengenai manusia :
-        Manusia bukan hanya physical being, tetapi juga spiritual entity. Aspek spiritual tidak diatur oleh hukum alam. Jiwa manusia (soul) ada pada dunia yang tidak nyata (intangible), tidak dapat dibuktikan dengan mata, dan eksistensinya hanya dapat dibuktikan lewat percaya (iman).
-        Menempatkan ide Plato dalam konteks kekristenan
-        Usaha untuk menjelaskan hubungan antara body and soul sebagai suatu dualisme, bukan sst yang harus dipertentangkan, body dan soul masing-masing memiliki fungsi tersendiri.

Tokoh tokoh
·         St. Agustinus
-        Filsuf pertama pada masa Kekristenan.
-        Tuhan adalah kebenaran yang menciptakan manusia, bumi dan surga. Jiwa manusia adalah image dari Tuhan.
-        Pentingnya eksplorasi spiritualitas sebagai usaha manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Faktor materiil tidak penting, rationalitas juga tidak terlalu dapat dipercaya. Maka pandangannya betul-betul merupakan kebalikan dari pandangan natural science yang empiris dan objektif. Hanya melalui transendensi manusia dapat sedekat mungkin dengan Tuhan dan berarti juga sedekat mungkin dengan kebenaran.
Sumbangan bagi psikologi : metode introspective. Teknik utama manusia untuk melakukan transendensi.
-        Dalam psikologi modern teknik ini digunakan oleh beberapa aliran besar seperti strukturalisme (teknik utama untuk menggali jiwa manusia), gestalt, dan psikoanalisa.
·         Thomas Aquinas
-         Mentransformasikan pandangan Aristoteles ke dalam konsep-konsep kekristenan. Apa yang dikenal sebagai reason oleh Aristoteles diterjemahkan sebagai soul oleh Aquinas. Maka soul adalah sesuatu yang vital bagi manusia, tujuan utamanya adalah memahami dunia, hal yang tidak dapat dilakukan oleh fisik manusia semata.
-         Namun demikian, banyak act dari soul yang membutuhkan tubuh fisik manusia sebagai kekuatan yang dapat mewujudkannya.
Sumbangan bagi science/psikologi modern :
-         Pengubahan mutlak dari Aristoteles’ natural science
-         Pengembangan dualism

Sepanjang masa ini, perdebatan mengenai manusia bergeser dari topik kehidupan yang luas, hubungan antara manusia dengan lingkungannya /alam, ke arah pemahaman tentang kehidupan secara lebih spesifik, yaitu hubungan antara aspek-aspek di dalam diri manusia itu sendiri. Menunjukkan semakin mendalamnya perhatian dan concern awal mengenai manusia itu sendiri. Meskipun demikian, pengaruh kuat gereja menyebabkan pemikiran tentang manusia tidak bebas, dan otoritas ketuhanan tetap dijunjung sebagai otoritas tertinggi.

2.1.3        Masa Renaisans
            Masa ini merupakan merupakan reaksi terhadap masa sebelumnya, dimana pengetahuan bersifat doktrinal di bawah pengaruh gereja dan lebih didasarkan pada iman. Reaksi ini sedemikian kuat sehingga dapat dikatakan peran nalar menggantikan peran iman, ilmu pengetahuan menggantikan tempat agama dan iman di masyarakat. Semangat pencerahan semakin tampak nyata dalam perkembangan science dan filsafat melalui menguatnya peran nalar (reason) dalam segala bidang, dikenal sebagai the age of reason. Akal budi manusia dinilai sangat tinggi dan digunakan untuk membentuk pengetahuan.
            Masa Rennaissance ditandai dengan bergesernya fokus pemahaman dari God-centeredness menjadi human-centerednes, dikenal dengan istilah sekularisasi atau humanity. Tulisan-tulisan filsuf terkenal seperti Plato, Aristoteles dan lain-lain dikaji untuk melihat bagaimana pola pikir penulisnya dan konteks histories waktu tulisan itu dibuat. Maka yang dicari adalah human truth dan bukan God truth. Kesimpulan akhirnya adalah penerimaan bahwa kebenaran memiliki lebih dari satu perspektif.
            Masa Renaissance diikuti oleh masa reformasi dari Luther dalam agama Kristen, yang memiliki dua arti penting. Pertama, reformasi Luther semakin melemahkan pengaruh gereja dan mendukung kemandirian manusia dalam mengelola imannya kepada Tuhan. Kedua dengan peperangan yang ditimbulkan reformasi, terungkap pula sisi negative dari kemanusiaan seperti penindasan, penderitaan, dan rasa tidak berdaya manusia.

Pengaruh pada psikologi
a.      Sebagai bagian dari ilmu filsafat
      Pemikiran tentang manusia mau tidak mau ikut terpengaruh, meskipun demikian psikologi belum siap menjadi ilmu yang empiris karena diskusi tentang aktivitas manusia belum tuntas : apa yang menjadi obyek studi psikologi ? Oleh karena itu diskusi di masa ini terfokus pada hubungan soul-body dan bagaimana pengaruhnya dalam aktivitas manusia. Pandangan dua tokoh utama :

·         Rene Descartes (1596-1650)
-        Menekankan pada pentingnya self-awareness terhadap pengalaman kita, cogito ergo sum. Descartes menjadi filsuf pertama yang menekankan kekuatan faktor internal manusia sebagai satu-satunya kekuatan yang dapat dipercaya, dibandingkan dengan faktor eksternal. Ide-ide spritual, pemahaman tentang dimenasi waktu dan ruang, semua bersumber dari kekuatan internal, berbeda dari tradisi berpikir filsuf sebelumnya yang menganggap pemikiran ini berasal dari lingkungan eksternal.
-        Ide tentang soul-body melahirkan Cartesian dualismyang sangat populer dan digunakan oleh para filsuf lainnya juga :
o    Soul (dinyatakan dalam mind): sebuah entity yang berbeda dan terpisah dari body, lebih mudah dipahami oleh manusia karena ada proses self reflection/self awareness yang diasumsikan inherent pada manusia.
o    Body : entity fisik pada manusia yang tunduk pada prinsip mekanisme fisiologis, sama seperti yang terjadi pada hewan. Namun pada manusia, aktivitas fisik tunduk pada perintah mind.
-         Dengan demikian faktor mind-lah (kemampuan untuk self-reflection) yang membedakan manusia dari binatang dan menjadikannya makhluk yang secara intelektual lebih unggul.
Hubungan antara mind-body bersifat psychophysical yang berpusat pada kelenjar pineal. Proses badaniah dipelajari dalam bidang fisiologis dan aspek mind dipelajari oleh psikologi. Descartes menjadi filsuf modern pertama yang mendefiniskan obyek studi psikologi sebagai mind.

·         Gottfried Wilhelm von Leibnitz (1646 – 1716).
-         Berasal dari Jerman. Tradisi filsafat Jerman sifatnya memandang proses mental secara lebih aktif. Body and soul tidak dipandang sebagai dualism, tetapi lebih dipandang sebagai aspek yang integratif dari aktivitas manusia. Mind memiliki unsur inherent yang dinamis, yang memungkinkannya berperan aktif terhadap lingkungan.
-         Pandangan yang lebih aktif ini tidak lepas dari konteks politis Jerman pada masa itu yang lebih bergejolak dibandingkan Inggris, dimana masih terjadi konflik antar agama yang disertai juga dengan konflik regional (Perang 30 tahun).
-         Leibnitz : “ Nothing is in the intellect that has not been in the senses, except the intellect itself”. Mind memiliki prinsip dan kategorinnya sendiri yang sifatnya innate dan esensial untuk pemahaman. Idea sifatnya innate, maka proses berpikir adalah proses yang terjadi tanpa henti , ada dimensi sadar dan tidak sadarnya.
-         Konsep monad sebagai energi pendorong pada setiap makhluk. Yang juga akan menentukan keunikan individu. Pada manusia, monad ini adalah mind.

b.      Usaha untuk menjadikan pengetahuan mengenai manusia menjadi empiris:
menguatkan warna ‘natural science’ dari studi mengenai manusia. Pandangan seperti ini dipegang oleh aliran empiricism.
Pandangan utamanya :
-         Pengetahuan berasal dari pengalaman. Tidak mengakui adanya pengetahuan yang sifatnya bawaan. Diwakili oleh pandangan Locke tentang tabula rasa – manusia lahir bersih seperti tabula rasa dan pembentukannya tergantung banyaknya isi tabula rasa tsb.
-         Pengalaman bersumber pada pengolahan manusia, mulai dari pengolahan yang sederhana seperti sensasi (Locke), persepsi sebagai satu-satunya proses pengolahan (Berkeley) hingga yang lebih kompleks dan mendalam seperti refleksi.
-         Pengetahuan yang diperoleh dari pengolahan sederhana juga lebih sederhana namun lebih obyektif daripada pengetahuan yang diperoleh melalui proses mendalam. Penyebabnya adalah semakin sederhana, semakin sedikit melibatkan unsur subyektifitas manusia.
-         Mulai memikirkan tentang hukum-hukum asosiasi, misalnya contiguity dan similarity (Locke,Berkeley, Hume) dan cause-effect (Hume).
-         Mind diakui keberadaannya namun berbeda dari satu orang ke orang lain, karena isinya ditentukan oleh pengalaman org tsb.
-         Perbedaan intensitas dalam obyektifitas, mulai dari pandangan yang hanya mengakui keberadaan dunia riil (Locke) hingga yang lebih subyektif (Berkeley dengan pandangan Tuhan sebagai sumber data dan Hume dengan penekanan pada manusia).
-         Sumbangan utama pada psikologi : pengakuan adanya natural world and realistic world sehingga pengujian empiris menjadi penting, pengakuan pentingnya unsur pengalaman/lingkungan.

Tokoh-tokoh
Warna rasional dan empiris sangat kuat mewarnai pemikiran tokoh-tokoh empiris:
·         Thomas Hobbes (1588 – 1679)
-         Filsuf ini berasal dari Inggris. Pada masanya Inggris sedang mengalami titik puncak di bidang politik dan ekonomi, muncul sebagai kekuatan nasionalis dominan di Eropa dan menguasai dunia dengan kolonisasinya. Oleh karena itu pemikiran tentang politik berkembang subur di Inggris.
-         Seorang empiris sejati, menyatakan bahwa segala yang eksis dapat diamati, konsep matter and motion.
-         Mind membentuk knowledge melalui asosiasi.. Sensasi yang dirasakan melalui pengalaman manusia diasosiasikan dan membentuk pengetahuan.
·         John Locke (1632-1704).
-         Berasal dari negara dan konteks sosial yg sama dengan Hobbes. Juga seorang empiris yang cukup berpengaruh pada jamannya. Sebagai seorang filsuf ia juga terlibat secara aktif dalam politik.
-         Hubungan soul-body : There is nothing in the mind that was not first in the senses. Faktor eksternal lebih kuat daripada faktor internal. Dikuatkan pula dengan teori tabula rasanya.
-         Sensasi-self reflection-ideas. Meskipun pada awalnya mind dikembangkan melalui unsur badaniah, namun kualitas mind penting bagi Locke. Dua mekanisme mental yang penting : asosiasi dan self-reflection.
George Berkeley (1685 – 1753).
-         Mengkritik tajam Locke, memiliki pandangan yang bertentangan dengan Locke. Seolah-olah realitas muncul dari konteks badaniah. Menurut Berkeley realitas muncul dari persepsi kita yang didorong oleh prinsip asosiasi. Jadi mind mendominasi body (seperti Descartes).

c.       Asosiasionisme:
-         Merupkan aliran yang berkembang dari empirism. Sumber pengetahuan masih sekitar ide dan sensasi (James Mill).
-         Para ahli di bidang ini menekankan pada prinsip asosiasi sebagai mekanisme untuk mendapatkan pengalaman. Jadi isi dari mind adalah pengalaman yang didapatkan melalui proses asosiasi terhadap rangsang lingkungan. Pemikiran tentang asosiasi ini terutama berkembang di Inggris dan awal bagi penekanan pada belajar dan memori.
-         Penjelasan asosiasi berfokus pada penemuan hukum-hukum asosiasi, seperti law of contiguity-informasi yang muncul bersamaan secara saling sambung menyambung akan diasosiasikan menjadi satu pengetahuan (Hartley, James Mill), law of similarity- informasi yang sama akan dikaitkan, law of intensity-adanya kombinasi dari elemen dasar yang membentuk sesuatu yang berbeda dari masing=masing elemennya (John S. Mills) . Pada intinya, penginderaan dan feelings dapat membentuk satu keterkaitan dan masuk bersama ke dalam mind sebagai satu pengetahuan, sehingga apabila salah satu muncul yang lain akan ikut dimunculkan (Bain)
-         Inisiatif untuk menjelaskan proses asosiasi melalui proses fisiologis, penggambaran proses neurologis otak dan refleks syaraf, menjadi pelopor untuk physiological psychology (cth. Hartley, Bain).

2.2  Psikologi sebagai bagian dari ilmu faal
            Psikologi sebagai bagian dari ilmu faal muncul pada abad 19 seiring dengan kemajuan ilmu alam (natural science) . Pada fase ini pemikiran tentang manusia terus berkembang dan banyak dilakukan eksplorasi fisiologis manusia secara empiris.
            Pada fase inilah mulai ada jawaban yang empirik dan ilmiah dari pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul di masa lalu:
Apa itu jiwa (soul)?
Bagaimana bentuk konkritnya?
Bagaimana mengukurnya?
Bagaimana hubungan body-soul ?

Konteks keilmuan abad 19 :
-         Riset empirik yang banyak dilakukan pada bidang fisiologis mencakup : aktivitas syaraf, sensasi/penginderaan, dan fisiologis otak. Hasil riset pada ketiga bidang ini sangat signifikan membuka wawasan mengenai manusia sehingga memperkuat pandangan para ilmuwan saat itu akan pentingnya strategi empiris yang sistematis dalam setiap bidang keilmuan.
-         Bagi psikologi hasil-hasil ini memberi jalan untuk membangun dasar fisiologis bagi operasi-operasi mental. Penting untuk memahami secara logis dan empiris mengenai aktivitas mental itu sendiri
-         Menjelaskan posisi ilmu psikologi modern yang dekat dengan bidang kedokteran dan psikiatri.
Francis Bacon (1561-1626)
-         Menganjurkan metode induktif sebagai metode utama dalam science karena berangkat dari hasil observasi terhadap sesuatu yang nyata. Dengan demikian ia menantang pendapat Aristoteles dan the Scholastic bahwa metode deduktif – induktif sama kuatnya.
-         Dalam konteks seperti di ataslah dikatakan bahwa Bacon ‘tidak setuju’ dengan rasionalisme yang spekulatif, meskipun idenya sendiri juga sangat rasional.
-         Dengan kembali pada fakta yang nyata, Bacon berharap science dapat terbebas dari prinsip-prinsip yang spekulatif namun selama ini sangat kuat dipegang
Ada 3 pergerakan utama di bidang science yang mempengaruhi berdirinya psikologi sebagai ilmu mandiri dan bagaiamana perkembangan disiplin ilmu itu di abad 20 :
1.      Fisiologis
Kemajuan-kemajuan di bidang fisiologis, meliputi riset-riset di bidang aktivitas syaraf , sensasi, dan otak yang memberi dasar empiris bagi fungsi-fungsi yang sebelumnya dianggap fungsi dari soul (jiwa), yang juga sebelumnya dianggap sangat abstrak.

Ilmu terkait pada masa itu

Ø  Craniology
Pengukuran tengkorak adalah pengukuran fitur kranial untuk mengklasifikasikan orang menurut ras, temperamen kriminal, intelijen, dll Asumsi yang mendasari pengukuran tengkorak adalah bahwa ukuran tengkorak dan bentuk menentukan ukuran otak yang menentukan hal-hal seperti kecerdasan dan kapasitas untuk perilaku moral. Bukti empiris untuk asumsi ini tidak sangat kuat. Fakta ini tidak menghalangi kecil berkepala orang mengklaim mereka adalah anggota dari ras unggul atau jenis kelamin karena ukuran kepala kelompok mereka ras atau jenis kelamin lebih besar daripada rata-rata ukuran kepala beberapa kelompok ras atau jenis kelamin lainnya. Sebagai anggota ras superior dan gender, ini kecil berkepala alasan orang bahwa mereka juga, harus lebih unggul semua anggota ras rendah daripada mereka sendiri dan semua anggota jenis kelamin lainnya. Dalam logika, ini disebut kesalahan dari divisi: penalaran bahwa apa yang benar dari keseluruhan atau kelompok juga harus benar dari bagian atau anggota kelompok.
Pada abad ke-19, yang digunakan British pengukuran tengkorak untuk membenarkan kebijakan rasis terhadap Irlandia dan Afrika hitam, yang oleh Inggris dianggap berkelas rendah. Tengkorak Irlandia dikatakan memiliki bentuk Cro-Magnon laki-laki dan yang mirip dengan kera, bukti inferioritas mereka bersama dengan hitam Afrika. Di Prancis, Paul Broca menunjukkan bahwa perempuan lebih rendah dibanding laki-laki karena tengkorak mereka lebih kecil. Dia menentang pendidikan tinggi bagi perempuan karena otak mereka yang kecil tidak bisa menangani tuntutan.
Pada abad ke-20, Nazi menggunakan pengukuran tengkorak dan antropometri untuk membedakan Arya dari non-Arya. Para Belgia tersebut digunakan pseudosciences, antara lain, untuk membedakan dari Hutu Tutsi di Rwanda. "Pada tahun 1930, Belgia yang dibutuhkan semua orang [di Rwanda] untuk mulai membawa kartu identitas mengelompokkan diri mereka sebagai Hutu atau Tutsi, sehingga nyata meningkatkan perbedaan etnis yang sudah ada" (Diamond 2005: 314).
"Antropolog forensik percaya bahwa dengan mengambil beberapa 90 pengukuran tengkorak mereka dengan benar dapat menetapkan benua pemiliknya asal - secara umum, ras, meskipun antropolog banyak memilih untuk tidak menggunakan istilah itu - dengan akurasi 80 persen" (Wade 2002).

The craniometer pertama diciptakan oleh Augustus Rivers Pitt (1827-1900), seorang arkeolog. Dia menemukan perangkat untuk membuat pengukuran yang tepat dari tengkorak manusia.


Ø  Pshysiognomy
adalah ilmu firasat wajah atau ilmu membaca karakter seseorang lewat wajah. Dalam ilmu fisiognomi Wajah dipakai sebagai pedoman di fisiognomi karena wajah merupakan organ tubuh yang biasanya tidak tertutup. Selain itu untuk melihat wajah  seseorang, kita tidak perlu meminta izin kepada yang bersangkutan. Secara sederhana wajah bisa dilihat dari foto atau  berhadapan secara langsung.
Membaca wajah, fisiognomi atau personology dapat didefinisikan sebagai hubungan antara ciri-ciri fisik seseorang dan perilaku naluriah seseorang, kepribadian, karakter, kemampuan dan potensi, berdasarkan cetak biru genetik kita dan proporsi sel fisik neurologis. Dr Edward Vincent Jones, seorang Hakim Pengadilan California Superior, ditemukan kembali dan mengembangkan teknik ini selama tahun 1930-an. Setelah menghadapi ratusan orang selama bertahun-tahun di bangku ia melihat pola antara karakteristik wajah tertentu dan perilaku. Dia mulai menyusun daftar sifat-sifat fisik dan cocok mereka untuk ciri-ciri perilaku yang diharapkan, pada akhirnya hanya menerima mereka yang dipamerkan 92% + skor akurasi. Setelah bertahun-tahun keterampilan di menilai karakter menjadi legendaris dan ia akhirnya mulai memberikan kelas dalam apa yang disebutnya, Personology. Dr Jones percaya bahwa pengaruh genetik dari orang tua pada saat pembuahan mungkin tidak sama dan bahwa keturunannya akan lebih dari mungkin menunjukkan sifat-sifat yang lebih dari orang tua yang dominan atau lebih konstitusional suara.
Sejarah fisiognomi sebenarnya akan kembali jauh lebih banyak dari ini. Pikiran Hippocrates, Pythagorus, Aristoteles dan Plato. Hippocrates menggunakan prinsip-prinsip fisiognomi untuk membantu dalam diagnosis nya dengan mempertimbangkan kemungkinan kondisi penyebab emosional pasiennya. Sejarah Cina dan India awal mengacu pada membaca wajah, seperti halnya tulisan Romawi, orang-orang Arab dan Yahudi (Zohar khususnya). Kemudian lagi selama periode Renaissance Eropa satu dapat merujuk kepada Leonardo da Vinci, Michelangelo, Sir Francis Bacon, Shakespeare, Raleigh dan Descartes untuk beberapa nama.
Dr Franz Joseph Gall, universal dianggap sebagai 'bapak penelitian otak', adalah yang pertama dalam beberapa kali (1800) untuk mempublikasikan makalah ilmiah tentang pentingnya proporsi sel untuk naluriah ciri-ciri perilaku manusia. Namun, seratus tahun kemudian teori-teori Freud benar-benar mengubah cara orang dilihat satu sama lain dan pada saat itu, pemahaman tentang sifat manusia cukup banyak menjadi ranah tunggal analis profesional. Personology menghilang dari adegan selama Perang Dunia Kedua. Setelah itu 'behaviorisme' datang ke depan, mempertahankan bahwa orang hanyalah produk dari lingkungan mereka dan pendingin.

Tokoh-tokoh penting :
·         Charles Bell-Francoise Magendie : fakta bahwa syaraf sensoris dan motorik beroperasi secara terpisah dan searah. Mengikis anggapan bahwa syaraf manusia mencover keduanya, mengkomunikasikan informasi motorik kepada urat syaraf melalui ‘getaran’ yang diperoleh dari informasi sensoris.
·         Johannes Mueller : lebih menekankan pada proses transmisi syaraf. Doctrine of Specific Nerve Energies : transmisi syaraf adalah proses yang menjembatani antara sensed object dengan mind. Maka awareness manusia, bukan semata-mata disebabkan oleh objek tertentu, juga bukan karena jiwa, tapi diperantarai oleh proses transmisi syaraf. Pandangan ini melengkapi penjelasan ttg peran mind dan consciousness (cogito ergo sum) dan menjadi dasar bagi penelitian mengenai lokasi spesifik dari fungsi tertentu di otak.
·         Marshall Hall : refleks dikomandoi oleh syaraf tulang belakang (spinal cord) dan bukan syaraf batang otak. Mendiferensiasikan gerakan tubuh ke dalam 4 kelompok : voluntary movement, respiratory movement, involuntary movement, dan refleks. Pandangannya ini memicu diskusi mengenai kesadaran yang sangat relevan bagi perkembangan psikologi.
·         Paul Broca (1824 – 1880), menemukan pusat Broca yang mengendalikan aktivitas bicara. Ia merupakan tokoh penting dalam studi fisiologis otak. Studi ini berkembang dari phrenology (Gall & Spurzheim), satu-satunya pendekatan yang waktu itu berfokus pada otak . Fokus utama dari eksplorasi fisiologis otak adalah untuk menemukan lokasi fisiologis dari bagian-bagian mental, bagian tertentu dari otak yang merupakan central dari aktivitas mental manusia.
·         Pierre Flourens (1794-1867), mencoba pendekatan dengan bukti non-pathological (melengkapi Broca), menemukan pusat-pusat penting dari otak yaitu :
o    Cerebral hemisphere : willing, judging, memory, seeing, and hearing
o    Cerebellum : motor coordination
o    Medulla oblongata: mediation of sensory and motor function
o    Corpora quadrigemina : vision
o    Spinal cord : conduction
o    Nerves : excitation
·Para ahli yang bersibuk diri dengan studi fisiologis dari sensasi, berusaha menguraikan anatomi dari reseptor indrawi dan menganalisis pengalaman psikologis yang dihasilkan berdasarkan proses fisiologisnya. Tokoh : Thomas Young (1773-1829) : trichromatic theory, Jan Purkinje (1787-1869) : hubungan sistematis antara struktur mata dan syaraf ke otak untuk menjelaskan perceptual error.

2.      Psikofisiologis
Psychophysics, adalah bagian dari disiplin ilmu fisiologi yang memfokuskan pada subjective experience dalam mempelajari hubungan antara stimulus fisik dan sensasinya. Sensasi yang dirasakan oleh pancaindera manusia dipandang sebagai refleksi hubungan soul-body dan tidak semata-mata dijelaskan dari sudut anatomi atau fisik saja. Psychophysics merupakan tahap transisi yang krusial antara bidang fisiologis dengan awal pemunculan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu. Oleh karena itu para tokoh psychophysics dapat dianggap sebagai tokoh pendiri psikologi.
Tokoh-tokoh penting :
·         Gustav Theodor Fechner : hubungan antara sensasi dan persepsi, menganggap psikofisik sebagai sebuah ilmu eksak untuk menjelaskan hubungan antara body and mind. Ia tidak setuju dengan materialism, yaitu bahwa mind harus selalu diwujudkan dalam bentuk nyata baru bisa diteliti, sebaliknya ia berpegang pada tradisi pemikiran Jerman dimana mind diangagp sebagai sesuatu yang aktif dan memiliki struktur secara mandiri. Ia mengajukan ilmu empiris tentang mind dimana meningkatnya bodily and sensory stimulations dianggap sebagai indicator atau measurement untuk intensitas pengalaman mental.
Konsep utama : ambang atau threshold. (absolute threshold, just noticeable threshold).
·         Hermann von Helmholtz (1821-1894)
Seorang pelopor psikologi eksperimen, banyak menggunakan waktu reaksi dalam penelitiannya, merupakan sesuatu yang masih banyak digunakan dalam psi eksperimen sampai sekarang.
Konsepnya : unconscious inference : penyimpulan hasil persepsi manusia diperoleh berdasarkan proses yang berulang sehingga akhirnya menjadi sesuatu yang tidak disadari ,‘irresisitible’, sekali terbentuk sulit secara sadar untuk dimodifikasi, dan digeneralisasi kepada stimulus yang mirip di lingkungan. Konsep penting lain : unbewusster schluss
Para tokoh psychophysics menunjukkan area studi yang tidak dengan mudah diakomodasi dalam ilmu fisika, fisiologis, atau filosofi. Area studi inilah yang berkembang menjadi obyek studi psikologi.

3.      Evolusi
Evolusi, yang dikemukakan oleh Charles Darwin (1809-1882) merupakan titik penting dalam pemikiran mengenai manusia karena mengajukan ide bahwa keberadaan manusia merupakan bagian dari proses adaptasi makhluk hidup dengan alam, manusia bukan secara spesial diciptakan dan dengan demikian perbedaannya dengan makhluk lain hanya bersifat gradual, bukan kualitas. Pandangan ini penting dan relevan sekali bagi perkembangan psikologi, terutama memberikan ide mengenai individual difference, perbedaan antar individu juga sifatnya hanya gradual, bukan kualitas.
Tokoh penting :
Francis Galton (1822 – 1911) : dikenal sebagai bapak psikologi eksperimental Inggris. Menampilkan aspek praktikal dan kegunaan dari teori evolusi Darwin, mentransfer teori Darwin dari konteks biologis ke dalam konteks perbaikan dalam masyarakat.

2.3  Psikologi sebagai ilmu yang mandiri
Konteks sosial dan intelektual
·         Pada akhir abad 19, dengan perkembangan natural science dan metode ilmiah secara mapan sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya, konteks intelektual Eropa sudah ‘siap’ untuk menerima psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan formal.
·         Tanah kelahiran psikologi adalah Jerman. Oleh karenanya munculnya psikologi tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial Jerman dan orientasi intelektual Wilhelm Wundt, orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu.

a.      Konteks sosial Jerman
Konteks ilmiah Jerman pada abad 19 ditandai dengan mulai berdirinya institusi universitas dengan misinya untuk membentuk manusia berkualitas (berbudaya dan memiliki integritas) dan penyedia tenaga kerja yang professional.
Ilmu psikologi didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang menyumbang pada pembentukan Bildungsburger, culturally educated citizens. Maka psikologi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai kualitas manusia ideal Jerman. Sebagai sebuah ilmu yang hubungannya paling dekat dan paling langsung dengan manusia, psikologi berada di antara dua kepentingan : hubungannya dengan ilmu-ilmu yang kongkrit dan aplikatif dan hubungannya dengan ilmu-ilmu kemanusiaan seperti filasafat, teologi.
Wundt sendiri menganggap psikologi sebagai bagian dari filsafat. Namun dengan berkembangnya karir pribadinya, ia mulai menentukan batas-batas yang dapat dilakukan psi. sebagai sebuah ilmu alam, khususnya psikologi eksperimen. Dasar berpikir Wundt tentang psikologi menunjukkan bagaimana posisi psikologi dalam dua kepentingan itu sendiri. Baginya kesadaran manusia (consciousness) terdiri dari elemen-elemen. Namun elemen ini tergabung dalam kesatuan yang lebih besar melalui human will.

b.      Riwayat dan pemikiran Wundt.
Wilhelm Wundt (1832-1920) dilahirkan di Neckarau, Baden, Jerman, dari keluarga intelektual. Ia menamatkan studi kesarjanaannya dan memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran dan tertarik pada riset-riset fisiologis. Ia melakukan penelitian di bidang psikofisik bersama-sama dengan Johannes Mueller an Hermann von Helmholtz. Karya utamanya pada masa-masa ini adalah Grundzuege der Physiologischen Psychologie (Principles of physiological psychology) pada tahun 1873-1874.
Wundt memperoleh posisi sebagai professor dan mengajar di Universitas Leipzig dimana ia mendirikan Psychological Institute. Laboratorium psikologi didirikan pada tahun 1879, menandai berdirinya psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu ilmiah. Di awal berdirinya laboratorium ini, Wundt membiayainya dari kantongnya sendiri sebagai sebuah usaha privat. Setelah tahun 1885, lab ini baru diakui oleh universitas dan secara resmi didanai oleh universitas. Laboratorium ini berkembang dengan pesat sebelum akhirnya gedungnya hancur dalam PD2.
Selama di Leipzing, Wundt adalah seorang pengajar yang sangat produktif, membimbing 200 mahasiswa disertasi, mengajar lebih dari 24.000 mahasisiwa, serta menulis secara teratur.Pada tahun 1900 ia memulai karya besarnya, Voelkerpsychologie, yang baru diakhirinya pada tahun 1920, tahun dimana ia wafat. Karya ini berisi pemikirannya tentang sisi lain dari psikologi, yaitu mempelajari individu dalam society, tidak hanya inidvidu dalam laboratorium. Karya ini dapat dikatakan sebagai jejak pertama Psikologi Sosial.

Pemikiran Wundt terbagi atas beberapa point penting:
·         Adanya ‘an alliance between two science’, yaitu fisiologi dan psikologi. Fisiologi adalah ilmu yang menginformasikan fenomena kehidupan sebagaimana yang kita persepsikan melalui penginderaan eksternal sedangkan psikologi adlaah yang memungkinkan manusia melihat ke dalam dirinya dari sisi internal dirinya sendiri. Terkait dengan ikatan kedua cabang ilmu ini, ada beberapa pemikiran penting:
o    Secara metodologi aliansi ini berarti apparatus dan teknik pengukuran yang ada di bidang fisiologi diaplikasikan kepada bidang psikologis, misalnya dengan waktu reaksi. Berdasarkan hal inilah, Wundt menamakan cabang ilmu baru yang ditemukannya ini sebagai psikologi eksperimental. Bagi Wundt metode eksperimen lebih ‘layak’ digunakan untk eksplorasi mind daripada yang biasa digunakan, yaitu ‘introspection’. Sebenarnya secara tradisional, Wundt bergantung pada observasi introspektiv dari alam sekitar dan dunia, dimana dipisahkan antara usaha untuk mengidentifikasi elemen-elemn mental dan mengidentifikasi proses mental yang mengintegrasikan elemen-elemen tersebut ke dalam pengalaman atau obyek yang koheren.
o   Dengan aliansi ini psikologi menjadi lebih terbantu untuk menghadapi tantangan dunia natural science. Ilmu psikologi yang secara tradisional mempelajari soul (jiwa), kini mendapat justifikasinya selama elemen soul tsb di jabarkan ke dalam elemen fisiologis terkecil, misalnya susunan system syaraf. Maka dimungkinkan juga terjadinya reduksionism operasi mental ke dalam operasi neurologis.
o   Melalui aliansi dengan ilmu yang lebih mapan kedudukannya seperti ilmu fisiologis, psikologi lebih mudah diterima dalam khasanah ilmu pengetahuan sebagai sebuah ilmu yang mandiri
·         Pandangan tentang psikologi sebagai ilmu dan metodenya.
·         Pemahaman Wundt tentang psikologi relatif konstan, yaitu “..as the study of the mind and the search for the laws that govern it..” (Leahey, 2000 : 253). Namun demikian, pandangannya mengenai metode paling tepat untuk menggali mind dan ruang lingkup mind itu sendiri berubah sejalan dengan perkembangan kematangan intelektualitasnya.
Pada awalnya, Wundt menggolongkan bahwa mind mencakup proses-proses ketidaksadaran / unconciousness (sebagai karakteristik dari soul). Metode eksperimen adalah jalan untuk membawa penelitian tentang mind dari level kesadaran (consciousness)kepada proses-proses yang tidak sadar. Dengan kata lain, metode eksperimen adalah cara untuk membawa mind ke dalam batas-batas ruang lingkup natural science yang obyektif dan empiris.Dalam perkembangannya, Wundt mengakui bahwa metode eksperimental dalam psikologi fisiologi sangat kuat untuk menggali elemen-elemen soul yang mendasar (misalnya persepsi, emosi, dll). Namun di atas fenomena-fenomena mendasar ini masih ada proses-proses mental yang lebih tinggi (higher mental process) yang mengintegrasikan fenomena dasar tsb. Higher mental process ini muncul dalam bentuk kreativitas mental dan menjadi kekuatan sebuah peradaban dan bersifat abadi, yaitu : bahasa, mitos, custom, budaya. Pada tahap ini Wundt membatasi fungsi soul hanya pada tahap kesadaran. Proses-proses ketidaksadaran tidak lagi menjadi fokus dari ‘study of the mind’.
Research Method for Psychology, adalah fokus pemikiran Wundt selanjutnya. Idenya tentang metode juga berkembang sejalan dengan kematangan proses intelektualnya.
Metode yang pertama kali dianjurkan Wundt sebagai strategi ilmiah untuk eksplorasi psikologis adalah eksperimental self-observation/introspection, pengembangan dari metode perenungan (armchair subjective introspection) yang sering dipakai dalam filsafat. Metode ini dilakukan oleh Wundt dg cara sangat terkontrol sehinga dapat direplikasi. Metode ini dilakukan di bawah pengawasan ketat dari seorang eksperimenter yang terlatih. Subyek dimasukkan ke dalam situasi lab yang terkontrol dan diminta melaporkan secara sistematis pengalaman yang dihasilkan dari situasi tersebut. Eksperimenter mencatat hasil ini secara mendetil.
Metode eksperimental introspection di atas sangat diutamakan oleh Wundt dalam penelitian-penelitiannya pada masa ia memahami mind sbagai studi yang mencakup unconsciousness. Metode ini dianggap lebih unggul daripada introspeksi yang tradisional (armchair introspection) karena lebih mampu menjangkau tahap unconsciousness daripada yang terakhir.Selain eksperimental introspection, Wundt menemukan metode lain, yaitu comparative-psychological dan historical-psychological. Metode eksperimental introspection hanya bermanfaat pada subyek dewasa yang normal. Untuk anak-anak, binatang, dan individu dengan gangguan kejiwaaan dilakukan comparative-psychological guna melihat perbedaan mental mereka. Sedangkan historical-psychological adalah metode untuk melihat perbedaan mental individu dari ras dan kebangsaan yang berbeda. Sebagai seorang yang dipengaruhi pemikiran Darwin, Wundt percaya bahwa perkembangan psikologis individu dapat dipelajari dengan cara melihat sejarah perkembangan manusia itu sendiri. Pada saat pandangan Wundt tentang mind terfokus pada level kesadaran, metode introspection mulai dibatasi penggunaannya, dan Wundt beralih pada metode eksperimen laboratorium modern, dimana yang dipentingkan adalah kemungkinan duplikasi yang eksak.
Fokus studi Wundt dapat dilihat melalui dua karya besarnya, Principles of Physiological Psychology dan Voelkerpsychologie.
Principles of Physiological Psychology, dalam karyanya ini Wundt memfokuskan pada hasil-hasil eksperimennya tentang ingatan, emosi, dan abnormalitas kesadaran.
Hasil eksperimen tentang ingatan akan simple ideas menghasilkan jumlah ide sederhana yang dapat disimpan dalam ingatan manusia (mind), fakta bahwa ide yang bermakna akan lebih diingat daripada yang muncul secara random, serta karakteristik dari kesadaran manusia yang bersifat selektif. Konsep penting yang muncul adalah apperception, suatu bentuk operasi mental yang mensintesakan elemen mental menjadi satu kesatuan utuh, juga berpengaruh dalam proses mental tinggi seperti analisis dan judgement. Studi Wundt tentang emosi dan feelings menghasilkan pembagian kutub-kutub emosi ke dalam tiga dimensi :
o    Pleasant vs unpleasant
o    High vs low arousal
o    Concentrated vs relaxed attention
Teori ini dikenal sebagai the three dimensional theory namun bersifat kontroversial.Ide tentang abnormalitas kesadaran dari Wundt dibangun melalui diskusi-disksui dengan para psikiater terkenal masa itu, Kretschmer dan Kraepelin. Ide Wundt tentang schizoprenic adalah hilangnya kontrol appersepsi dan kontrol dalam proses atensi. Akibatnya proses berpikir hanya bersifat rangkaian asosiasi ide yang tidak terkontrol.
Voelkerpsychologie, adalah karyanya yang berfokus pada metode historical psychological. Mind individu adalah hasil dari sebuah perkembangan species yang panjang. Maka usaha untuk memahami perkembangan mind harus dilakukan dengan cara menjajagi perkembangan sejarah peradaban manusia. Sejarah adalah cara untuk sampai pada psikologi manusia secara intuitif.
Dalam eksplorasi sejarah perkembangan ini, Wundt sampai pada kajian yang detil dan sistematis tentang perkembangan bahasa manusia. Hasil kajian ini dianggap sebagai prestasi besar dalam dunia psikologi dan meletakkan dasar bagi bidang psikolinguistik. Wundt memandang bahasa dalam dua seginya, dari aspek linguistik dan aspek kognitif. Bahasa menggambarkan bagaiamana proses kognitif berjalan dan menggambarkan juga tingkat abstraksi individu.
Jasa utama Wundt dalam bidang psikologi adalah usahanya untuk memperjuangkan diterimanya psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri. Ide-ide Wundt sendiri tidak bertahan lama dan bahkan murid-muridnya tidak banyak mempopulerkan pemikirannya. Dalam konteks perkembangan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu,Wundt lebih tepat dianggap sebagai seorang figur transisi yang menjembatani aspek filosofis dari psikologi di masa lalu dengan ciri terapan dan natural science dari psikologi di masa depan. Para murid Wundt juga lebih tertarik untuk mengembangkan psikologi ke dua arah tsb : natural science dan applied science.

c.       Strukturalisme: E.B. Titchener
      E.B. Titchener adalah salah satu murid Wundt yang dianggap paling mendukung pandangan Wundt, meskipun sebenarnya banyak pandangan Wundt yang ditentangnya, dan akhirnya dia mengembangkan alirannya sendiri, structural psychology.
      Titchener berkebangsaan Inggris. Ia belajar di Oxford dalam bidang filsafat sebelumnya beralih ke fisiologi. Berdasarkan pengalamannya menterjemahkan buku Wundt ke dalam bahasa Inggris, Titchener tertarik pada ajaran Wundt dan pindah ke Leipzig untuk menjadi murid Wundt. Setelah menempuh pendidikan di bawah Wundt dan sempat mengajar sebentar di Inggris, Wundt pindah ke Amerika, mengajar di Cornell University hingga akhir hayatnya di tahun 1927. Selama masa tinggalnya di Amerika ini structural psychology yang dijalaninya menemukan tantangan pada aliran Psikologi lainnya yang khas Amerika, seperti fungsionalisme dan behaviorisme. Namun Titchener tidak terpengaruh kepada dua aliran besar tsb dan tetap berpegang pada strukturalisme hingga akhir hayatnya.
      Aliran strukturalisme mendasarkan diri pada konsep utama Titchener, yaitu sensation. Konsep utama ini membawanya kepada pertentangan dengan Wundt dan konsep apperceptionnya. Berbeda dengan apperception yang merupakan hasil kesimpulan, sehingga masih memungkinkan subyektivitas, sensation adalah hasil pengalaman langsung, sehingga lebih obyektif. Lagipula proses atensi yang menjadi fungsi apperception selalu dapat dikembalikan kepda sensasi menurut Titchener
Tiga pemikiran utama strukturalisme Titchener:
·         Identifikasi elemen sensation yang mendasar. Semua proses mental yang kompleks dapat direduksi ke dalam elemen mendasar ini. Sebagai contoh, Titchener menemukan 30.500 elemen visual, empat elemen pengecap, dsb. Titchener menggunakan metode experimental introspection untuk menggali elemen sensasi dasar ini, metode yang dipelajarinya dari Wundt. Namun di tangan Titchener, metode ini lebih elaboratif, karena sifatnya tidak hanya deskriptif tetapi juga analisis yang retrospektif.
·         Identifikasi bagaimana elemen dasar sensasi ini saling berhubungan untuk membentuk persepsi, ide dan image yang kompleks. Hubungan ini bersifat dinamis dan selalu berubah sesuai dengan berubahnya elemen dasar, jadi bukan proses asosiasi.
·         Menjelaskan bekerjanya mind. Titchener tidak setuju bahwa mind dijelaskan melalui proses psikologis (higher mental process) seperti yang dilakukan Wundt. Mind harus dijelaskan berdasarkan proses fisiologis, yaitu aktivitas sistem syaraf. Karena proses fisiologis lebih observable daripada proses psikologis.
Aliran strukturalisme tidak berkembang menjadi aliran yang besar. Aliran ini menghilang bersamaan dengan wafatnya Titchener.


DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Rahman al Naqib (1993). Ibn Sina. Prospects: The Quarterly Review of Comparative Education. XXIII, 1 &2. vol. 93. 53-69.
Gould, Stephen J. "American Polygeny and Craniometry Before Darwin: Blacks and Indians as Separate, Inferior Species," in Harding, Racial Economy of Science, pp. 84-115.
History of Psychology: A TimeLine of psychological ideas (2006). Marcos Emanoel Pereira Universidade Federal da Bahia, Brazil.

Hunt, M. (1993). The Story of Psychology, New York: MacMillan.
Wade, Nicholas. 2002. "A New Look at Old Data May Discredit a Theory on Race," New York Times, October 8.
websites
Racism (a study unit on the Nebraska Department of Education site) 

The Great Starvation as Opportunistic Genocide By Seamus Metress Professor of Anthropology The University of Toledo

0 komentar:

Posting Komentar

Facebook comment