Select Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
use your language

Senin, 23 Mei 2011

Kesulitan Belajar


KESULITAN BELAJAR

I.       Pengertian Kesulitan Belajar
Sering kita ketahui, dengar atau bahkan alami di kehidupan nyata tentang suatu keadaan dimana seseorang memiliki kesulitan dalam belajar. Pelajaran di sekolah yang mendasar dan harus dikuasai dengan baik adalah yang berkenaan dengan membaca, menulis dan berhitung. Jika tidak, hal itu akan menghambat prestasi akademis pada siswa yang bersangkutan. Kesulitan atau hambatan yang sering terjadi biasanya dialami oleh siswa yang duduk dibangku Sekolah Dasar. Berbagai permasalahan belajar banyak sekali ditemui pada tingkat ini. Bentuk hambatan dalam belajar tersebut muncul berupa hambatan membaca (dyslexia), hambatan menulis (dysgraphia), hambatan berhitung (dyscalculia).
Learning disabilities merupakan keadaan yang menggambarkan suatu kondisi yang dapat mengganggu seseorang dalam belajar. Dalam Psikologi istilah Learning disabilities ini biasa disingkat dengan LD. Keadaan ini terkait dengan gangguan-gangguan tertentu, diantaranya adalah gangguan pendengaran, berbicara, membaca, cara berpikir, dan perhitungan matematika.
Siswa yang mengalami hambatan ini biasanya tidak memiliki masalah dengan inteligensinya, ada yang mendekati rata-rata, rata-rata, atau diatas rata-rata. Namun pengaruh dari keadaan ini yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan dan prestasi yang tidak menonjol pada siswa. Sayangnya, keadaan ini sulit diketahui baik oleh orang tua, dan guru. Keadaan ini biasanya baru disadari ketika prestasi anak menurun, tidak semangat dalam belajar, bahkan tidak naik kelas. Sehingga tidak jarang pula guru atau orangtua menilai anak sebagai anak yang malas, nakal, atau underachiever.
·         Siswa yang Termasuk dalam Kategori Learning Disabilities
Hambatan dalam belajar ini dapat muncul sebagai akibat dari gangguan lain yang dimiliki oleh individu. Dalam artian bahwa Learning disabilities merupakan manifestasi terhadap munculnya gangguan lain. Gangguan yang sering muncul yakni Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD), Conduct Disorder (CD), dan sindrom Tourette (Harwell, 2001).

Disabilities yang dialami oleh individu lebih berkaitan dengan proses kognitifnya. Berikut ini merupakan faktor yang menjadi penyebab terjadinya Learning Disabilities (Omrod, 2003): 

a)      Kesulitan dalam Persepsi
Visual perception: anak dengan learning disabilities kemungkinan mengalami kemunduran di area visual atau yang terkait dengan persepsi dari penglihatan. Berkenaan dengan sesuatu yang dilihat kemudian akan dipahami oleh otak.
Auditory perception: dalam hal ini keterbatasan yang berkaitan dalam menerima informasi melalui area pendengaran.
Memory : terkait dengan kapasitas memori atau ingatan yang kurang dalam menyimpan informasi yang didapatkan. 

b)     Kesulitan dalam bidang akademis
Reading: hambatan dalam mengenali kata, mengucapkan, dan memahami apa yang dibaca.
Written: permasalahan dalam membuat tulisan dan mengekpresikan diri melalui tulisan.
 Mathematical: kesulitan dalam memilikirkan atau mengingat informasi yang melibatkan angka-angka.

Jika kesulitan belajar yang dialami oleh siswa ini dibiarkan berlarut-larut akan menyebakan kegagalan akademis, harga diri siswa yang rendah, motivasi rendah terutama dalam belajar, gaya belajar yang tidak terencana, dan buruknya kemampuan penyelesaian masalah (coping skills) yang ditunjukkan dengan perilaku menarik diri, berpura-pura sakit, bersandiwara, kecemasan, tergantung terhadap orang lain secara berlebih, dan membolos.
Bagi anak yang mengalami Learning disabilities, mereka harus bekerja keras untuk mencapai kesuksesan. Namun terkadang pekerjaan yang telah mereka lakukan mendapat respon negative dari orang di sekitarnya. Hal ini yang kemudian menyebabkan munculnya perasaan frustasi, marah, depresi, kecemasan, dan tidak berharga. Oleh sebab itu, sangatlah diperlukan adanya identifikasi dan penanganan sedini mungkin menganai kesulitan belajar yang dialami oleh anak yang dapat diberikan pada anak yakni melalui pembelajaran remedial sesuai dengan kebutuhan anak, konseling individu dan keluarga, training social skills, memberi panduan terhadap pekerjaan anak, dan pelatihan terhadap tugas yang diberikan. Jika pelayanan ini diberikan, kemungkinan terbesar anak akan menjadi lebih produktif dan bahagia dalam menjalani hidupnya.

II.    Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan,  yaitu :
·         Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi: 

a.      Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.


b.      Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikologis ini adalah inteligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atau genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

·         Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi :
1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak. 

2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

III. Pengelompokan Ketidakmampuan dan Gangguann ( Disorder )

·         Gangguan Indra
Gangguan penglihatan biasanya anak yang menderita ganggguan penglihatan sering memicingkan mata, membaca buu dari jarak amat dekat, sering mengucek-ucek mata dan sering mengeluh karena pandangan nya kabur/ suram ( boyles dan kontadino ,1997 ).
Gangguan pendengaran biasanya anak yang tuli secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan bicara dan bahasanya.
Ciri-cirinya, Anak sering menempelkan telinga nya ke speaker,  sering minta pengulangan penjelasan, tidak mengikuti perintah, sering mengeluh sakit telinga, dingin dan alergi ( Paterson & wright, 1990 ).
Pendekatan pendidikan, untuk membantu anak yang punya msalah pedengaran terdiri dari dua kategori : pendekatan oral dan pendekatan manual. Pendekatan oral anatara lain menggunakan metode membaca gerak bibir, speech reading ( menggunakan alat visual untukmengajar membaca ). Pendekatan manual adalah dengan bahasa isyarat (system gerakan tangan yang melambangkan kata ) dan mengeja jari  (finger spelling).

·         Gangguan Fisik
Gagguan ortopedik biasanya berupa keterbatasan gerak atau kurang mampu mengontrol gerak karena ada masalah di otot, tulang atau sendi. Gangguan ini biasanya disebabkan oleh problem prenatal ( dalam kandungan) atau perinatal ( menjelang atau sesudah kelahiran ) atau karena penyakit atau kecelakaan saat anak-anak.
Serebral palsy adalah gangguan yang berupa lemahnya kodianasi otot, tubuh sangat lemah dan goyah ( shoking  ) atau bicaranya tidak jelas penyebabnya yaitu kekurangan oksigen saat kelahiran.
Gangguan kejang-kejang. Jenis yang paling kerap dijumpai adalah epilepsy, gangguan saraf yang biasanya ditandai dengan serangan terhadap sensorik motor atau kejang-kejang. Bentuknya yang paling umum dinamakan absent seizures, anak mengalami kejang-kejang dalam duasi singkat ( kurang dari 30 detik ), bisa berulang hingga 100 kali dlam sehari. Kadang-kadang ditandai dengan gerakan tertentu seperti mengangkat alis mata. Bentuk epilepsy lainnya disebut, tonic-clonic, anak kehilangan kesadaran, menjadi kaku, gemetar dan bertingkah aneh. Bila parah dapat berlangsung 3 sampai 4 menit.

·         Retardasi Mental
Ciri umum nya adalah lemahnya fungsi intelektual. Selain itu juga sulit menyesuaikan diri dan susah berkembang. Keterampilan adaptif adalah keahlian memerhatikan dan merawat dirisendiri dan mengemban tanggung jawab social seperti berpakaian, makan, control diri dan berinteraksi dengan teman sebaya.
Defenisinya, reterdasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (nilai iq dibawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari.
Klasifikasi dan tipe reterdasi mental. Reterdasi mental digolongkan menjadi reterdasi ringan, moderat, berat dan parah. Anak-anak reterdasi mental menunjukan tanda-tanda komplikasi neurologis, seperti cerebral palsy, epilepsy, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan atau cacat bawaan metabolis lain yang mempengaruhi sisitem saraf. Reterdasi mnetal disebabkan oleh factor genetic dan kerusakan otak.
Factor genetic. Bentuk yang paling umum adalah Down Syndrome yang diwariskan secara genetic. Anak down sindron ini punya kromosom lebih ( kromosom ke-47 ). Wajah bulat, tengkorak datar, ada kelebihan lipatan kulit di atas alis, lidah panjang, kaki pendek dan reterdasi kemampuan motor dan mental. Anak dengan sindrom down termasuk kategori retardasi ringan sampai berat.
Fragile X syndrome, sindrom ini diwariskan secara genetic melalui kromosom X yang tidak normal yang menyebabkan reterdasi mental ringan sampai berat. Ciri sindrom ini adalah wajahnya memanjang, rahang menonjo, telingan panjang, hidung pesek dan koordinasi tubuh buruk.
Kerusakan otak, disebabkan macam-macam infeksi ( meningitis dan encephalitis, muncul pada anak-anak) dan factor luar lingkungan ( benturan dikepala, malnutrisi, keracunan, luka saat kelahiran atau ibu hamil karena kecanduan alcohol.

·         Gangguan Bicara dan Bahasa

Gangguan Artikulasi adalah problem dalam pengucapan suara secara benar sehingga sulit untuk berkomunikasi. Akibatnya, anak yang menderita gangguan ini enggan bertanya, tidak mau berdiskusi, atau berkomunikasi dengan temannya. Problem artikulasi umumnya bisa diperbaiki dengan terapi bicara, meskipun dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun (Spiel, dkk, 2001).

Gangguan Suara, tampak dalam ucapan yang tidak jelas, keras, terlalu kencang, terlalu tinggi, atau terlalu rendah nadanya. Suara anak yang berbirbr sumbing biasanya sulit dimengerti.

Gangguan Kefasihan atau kelancaran bicara biasanya dinamakan “gagap”. Kondisi ini terjadi ketika ucapan anak terbata-bata, jeda panjang atau berulang-ulang. Kecemasan yang dirasakan anak karena gagap biasanya membuat kondisi mereka tambah parah. Dianjurkan dibawa ke terapi bicara.

Gangguan Bahasa  adalah kerusakan signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekspresif anak. Gangguan bahasa dapat menyebabkan problem belajar serius (Bernstein & Tiegerman-Farber, 2002). Problem ini biasanya tidak bisa hilang sama sekali (Goldstein & Hockenberger, 1991). Gangguan bahasa mencangkup tiga kesulitan :
a.       Kesulitan meyusun pertanyaan untuk memperoleh informasi yang diharapkan
b.      Kesulitan memahami dan mengikuti peintah lisan
c.       Kesulitan mengikuti percakapan, terutama ketika percakapan itu berlangsung cepat dan kompleks.


Kesulitan-kesulitan ini berkaitan dengan gangguan bahasa reseptif maupun ekspresif.
Bahasa reseptif adalah penerimaan dan pemahaman atas bahasa. Anak penderita gangguan bahasa reseptif akan kesulitan dalam menerima informasi. Informasi akan masuk tetapi otak akan sulit untuk memprosesnya secara efktif, yang membuat anak kelihatan cuek atau bengong saja.

Bahasa ekspresif berkaitan dengan kemampuan meggunakan bahasa untuk mengekspresikan pikiran dan berkomunikasi dengan orang lain. Ada beberapa ciri anak yang menderita gangguan bahsa ekspresif oal (Boyles & Condatino, 1997):
a.       Mereka mungkin tampak malu dan menarik diri dan punya problem dalam interaksi social
b.      Mereka mungkin menunda member jawaban
c.       Mereka mungkin kesulitan menemukan kata yang tepat
d.       Pemikiran mereka mungkin ruwet dan tidak tertata, sehingga memusingkan pendengarannya
e.       Mereka mungkin menghilangkan bagian integral dari suatu kalimat atau informasi yang dibutuhkan untuk pemahaman. 

·         Attention deficit Hyperactivity Disorder ( ADHD )
ADHD adalah bentuk ketidakmampuan anak yang ciri-cirinya antara lain :
1. Kurang perhatian ;
2. Kurang perhatian ;
3. Impulsive.
Jumlah anak yang didiagnosis dan dirawat karena ADHD semakin bertambah, estimasi terbaru adalah 3 – 5 % dari populasi sekolah diedentifikasikan menderita ADHD. Tanda-tanda ADHD dapat muncul sejak usia prasekolah, namun sering kali mereka ketahuan saat usia SD.
Para periset menemukan bahwa kombinasi obat dan manajemen perilaku bisa memperbaiki perilaku anak dengan ADHD secara lebih baik ketimbang hanya dengan menggunakan obat saja atau manajemen perilaku saja. Anak dan guru penting untuk tidak memeberi pesan kepada anak bahwa obat itu adalah jawaban untuk semua kesulitan akademik mereka. Selain diberi obat, anak ADHD harus diajak untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka.  

·         Gangguan Perilaku dan Emosional
Gangguan perilaku dan emosional terdiri dari problem serius dan terus menerus yang berkaitan dengan hubungan, agresi, depresi, ketakutan yang berkaitan dengan persoalan pribadi atau sekolah, dan juga berhubungan dengan karakteristik sosio-emisional.
Perilaku agresif, diluar control. Digolongkan memiliki gangguan emosional serius  dan melakukan tindakan yang mengganggu, agresif, membangkang atau membahayakan biasanya akan dikelurkan dari sekolah. Anak yang mengalami gangguan emosional serius lebih mungkin diklasifikasikan sebagai punya problem dalam berhubungan pada masa sekolah menengah, tanda-tanda sedah nampak saat sd.
Depresi, kecemasan, dan ketakutan. Beberapa anak memendam problem emosional mereka. Depresi, kecemasan, dan ketakutan mereka menjadi makin hebat dan menetap sehingga kemampuan mereka dalam belajar makin menurun.
·         Murid Berprestasi Rendah dan Sulit Didekati
1.      Murud yang tidak bersemangat
Mencakup, murid berprestasi rendah dengan kemampuan rendah yang kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan punya ekspresi prestasi yang rendah, murid dengan sindrom kegagalan, murid yang terobsesi untuk melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan.
2.      Murid yang tidak tertarik atau teralienasi ( tersaing )
Bropy, percaya bahwa problem motivasi paling sulit adalah murid yang apatis, tidak tertarik belajar, atau teralienasi atau menjauhkan diri dari pembelajaran sekolah. Murid apatis harus didekati terus-menerus untuk mensosialisasikan kembali sikap mereka terhadap prestasi sekolah.








Pustaka: 
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Alih Bahasa Tri Wibowo. Jakarta: Kencana Perdana Media Group
Harwell, J. M. 2001. Learning Disabilities Handbook. Jossey-Bass. San Francisco.
Omrod, J. E. 2003. Educational Psychology. Developing Learners. (Omrod, 2003). Merrill Prentice Hall. New Jersey.

0 komentar:

Posting Komentar

Facebook comment