Select Language

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
use your language

Jumat, 01 April 2011

Paradigma Penelitian Kualitatif


PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF

A.    Pengertian Paradigma, Asumsi, Aksioma dan Teori
·  Paradigma
         Paradigma menurut Bogdan & Biklen (1982:32 ) adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan penelitian.
         Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur atau bagaimana bagian – bagian berfungsi.
         Menurut Capra (1996) mendefinisikan paradigma sebagai konstelansi konsep, nilai – nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasikan dirinya.
         Pada dasarnya ada kesukaran apabila seseorang ingin mengkonstruksi realitas. Pertama, ada realitas objektif yang ditelaah, dan hal itu ditelaah melalui realitas subjektif tentang pengertian – pengertian. Untuk memberikan gambaran pada hal itu Hatcher (1990) menggambarkannya sebagai berikut :
 
Realitas subjektif
Realitas objektif
Realitas yang disadari
Realitas yang tampak
Realitas yang tidak disadari
Realitas yang tidak tampak

Kedua, paradigma sebagai pandangan dunia seseorang tersebut, menbangun realitas yang dipersepsikan tentang realitas, memfokuskan perhatian pada aspek – aspek tertentu dari realitas objektif dan membimbing interpretasi seseorang pada struktur yang mungkin dan berfungsi pada kedua realitas yang tampak maupun yang tidak.

·    Asumsi
 Asumsi atau anggapan dasar adalah pandangan-pandangan mengenai suatu hal (bisa benda, ilmu pengetahuan, tujuan sebuah disiplin, dan sebagainya) yang tidak dipertanyakan lagi kebenarannya atau sudah diterima kebenarannya. Pandangan ini merupakan titik-tolak atau dasar bagi upaya memahami dan menjawab suatu persoalan, karena pandangan-pandangan tersebut dianggap benar atau diyakini kebenarannya.
Anggapan-anggapan ini bisa lahir dari (a) perenungan-perenungan filosofis dan
reflektif, bisa dari (b) penelitian-penelitian empiris yang canggih, bisa pula dari (c) pengamatan yang seksama.
        Asumsi-asumsi dasar pada paradigma alamiah dapat dipahami hakikatnya yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:56-64):
1.      Asumsi tentang kenyataan
Fokus paradigma alamiah terletak pada kenyataan jamak yang dapat diumpamakan sebagi susunan lapisan kulit bawang, tetapi saling membantu satu sama lainnya. Setiap lapisan menyediakan perspektif kenyataan yang berbeda dan tidak ada lapisan yang dapat dianggap lebih benar daripada yang lainnya.
2.      Asumsi tentang peneliti dan subjek
Paradigma alamiah berasumsi bahwa fenomena bercirikan interaktivitas.
3.      Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang kebenaran
Paradigma alamiah cenderung mengelak dari adanya generalisasi dan menyetujui uraian rinci dan hipotesis kerja.

·  Aksioma
Aksioma ialah proposisi yang kebenarannya sudah tidak lagi dalam penelitian. Dalam penelitian sosial dikenal ada dua jenis proposisi; yang pertama aksioma atau postulat, yang kedua teorem. Proposisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh : dalam penilitian mengenai mobilitas penduduk, proposisinya berbunyi : “ proses migrasi tenaga kerja ditentukan oleh upah “ (Harris dan Todaro).
 Lima aksioma dari Lincoln dan Guba (1985:36 – 38)
1.      AKSIOMA 1. Hakikat kenyataan ( ontology )
Menurut positivisme terdapat kenyataan tunggal, nyata terbagi didalam variable bebas dan proses yang dapat diteliti secara terpisah dari lainnya yang akhirnya dapat dikonstruk dan diramalkan.
Menurut alamiah terdapat kenyataan dalam bentuk jamak ( diteliti secara holistic ). Hasil dapat dicapai Walaupun dalam beberapa tingkatan pengertian.

2.      AKSIOMA 2. Hubungan antara pencari tahu dan yang tahu
Menurut  positivisme : pencari tahu dan objek inkuiri adalah bebas ; pencari tahu  dan yang tahu membentuk dualisme yang tahu membentuk dualisme yang diskrit.
Menurut alamiah: Pencarian tahu dan objek inkuiri berintraksi sehingga saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya; pencari tahu dan yang tahu tidak dapat dipisahkan.

3.      AKSIOMA 3. Kemungkinan generalisasi
Menurut positivisme : tujuan inkuiri ialah mengembangkan tubuh pengetahuan yang nomotetik dalam bentuk generalisasi, yaitu pernyataan benar yang bebas dari waktu dan konteks .
Menurut alamiah: tujuan inkuiri ialah mengembangkan tubuh pengetahuan yang idiografik dalam bentuk hipotesis kerja yang memberi gambaran tentang kasus perorangan.

4.      AKSIOMA 4.  Kemungkinan hubungan kausalitas
Menurut positivisme: setiap tindakan dapat diterangkan sebagai hasil atau akibat dari suatu sebab sesungguhnya yang mendahului akibat tersebut secara sementara
Menurut alamiah: seluruh kebulatan berada dalam keadaan saling mempertajam simultan sehingga tidak mungkin membedakan penyebab dari akibat.

5.      AKSIOMA 5. Peranan nilai dalam inkuiri (aksiologi)
Menurut positivisme: inkuiri adalah bebas nilai dan dapat dijamin demikian oleh kebaikan pelaksanaan metode objektif.
Menurut alamiah: inkuiri terkait oleh nilai, paling tidak dalam cara yang lain, yaitu dalam 5 cara sebagai berikut :
a.      Inkuiri dipengaruhi oleh nilai-nilai peneliti sebagai yang dinyatakan dalam pemilihan masalah dan dalam menyusun kerangka, mengingat dan memfokuskan masalah itu
b.      Inkuiri dipengaruhi oleh pemilihan paradigma yang membimbing kearah penentu masalah
c.       Inkuiri dipengaruhi oleh pemilihan teori substantif yang dimanfaatkan guna membimbing pengumpulan dan analisis data serta penafsiran penemuan.
d.      Inkuiri dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berada dalam konteks
e.      Inkuirinya beresonansi nilai (penguatan atau kongruen) berdisonansi nilai (bertentangan)

·    Teori
Snelbecker (1974:31) mendefenisikan teori sebagai seperangkat posisi yang berinteraksi dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.
 Berbeda dengan teori pada penelitian kuantitatif yang menjadi dasar penelitian untuk diuji, maka pada penelitian kualitatif, teori berfungsi sebagai inspirasi dan perbandingan. Teori akan memperkuat penjelasan. Dan memberi warna yang lebih tajam bagi analisis. Namun, teori bukan satu-satunya alat analisis ataupun perbandingan dan bahkan inspirasi. Karena inspirasi bisa datang dari mana saja. Dari sebuah artikel ringan di sebuah majalah ‘ecek-ecek’, dari sebuah ungkapan ngawur di pinggir jalan, dari mana saja. Sepanjang itu membentuk cara berpikir dalam memandang suatu fenomena, maka itu bisa menjadi inspirasi bagi. Jadi, dalam penelitian kualitatif, teori bukan satu-satunya kacamata yang bisa digunakan untuk ‘melihat’. Ada banyak kacamata lain. Karena itu, mengumpulkan segala macam informasi yang relevan serta dari segala macam sumber adalah penting. Karena seperti diulaskan tadi, selain menjadi inspirasi, segala informasi dan rujukan tersebut juga dapat menjadi bahan perbandingan pada pembahasan hasil penelitian.

A.     Paradigma Positivistik dan Paradigma Interpretif
·        Paradigma positivistik
 Secara ringkas, positivisme adalah pendekatan yang diadopsi dari ilmu
alam yang menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif dan penggunaan alat‐alat kuantitatif dalam menginterpretasikan suatu fenomena secara “objektif”. Pendekatan ini berangkat dari keyakinan bahwa legitimasi sebuah ilmu dan penelitian berasal dari penggunaan data‐data yang terukur secara tepat, yang diperoleh melalui survai/kuisioner dan dikombinasikan dengan statistic dan pengujian hipotesis yang bebas nilai/objektif (Neuman 2003). Dengan cara itu, suatu fenomena dapat dianalisis untuk kemudian ditemukan hubungan di antara variabel‐variabel yang terlibat di dalamnya. Hubungan tersebut adalah hubungan korelasi atau hubungan sebab akibat. Bagi positivisme, ilmu sosial dan ilmu alam menggunakan suatu dasar logika ilmu yang sama, sehingga seluruh aktivitas ilmiah pada kedua bidang ilmu tersebut harus menggunakan metode yang sama dalam mempelajari dan mencari jawaban serta mengembangkan teori. Dunia nyata berisi halhal yang bersifat berulang‐ulang dalam aturan maupun urutan tertentu sehingga dapat dicari hukum sebab akibatnya. Dengan demikian, teori dalam pemahaman ini terbentuk dari seperangkat hokum universal yang berlaku. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk menemukan hukum‐hukum tersebut. Dalam pendekatan ini, seorang peneliti memulai dengan sebuah hubungan sebab akibat umum yang diperoleh dari teori umum. Kemudian, menggunakan idenya untuk memperbaiki penjelasan tentang hubungan tersebut dalam konteks yang lebih khusus.
·        Paradigma interpretif
Pendekatan interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas independen yang berada di luar mereka (Ghozali dan Chariri, 2007). Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita social semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chariri, 2007).

B.     Paradigma Ilmu – Ilmu Sosial
                  Paradigma didalam ilmu pengetahuan sosial memiliki ragam yang demikian banyak, baik yang berlandaskan pada aliran pemikiran Logico Empiricism maupun Hermeneutic. Masing-masing paradigma tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu para peneliti harus mempunyai pemahaman yang cukup terhadap dasar pemikiran paradigma-paradigma yang ada sehingga sebelum melakukan kegiatan penelitiannya, para peneliti dapat memilih paradigma sebagai landasan penelitiannya secara tepat.
                  Menurut George Ritzer paradigma di dalam ilmu sosial terdiri atas (1) fakta sosial, (2) definisi sosial, dan (3) perilaku sosial.
                  Perbedaan dan keragaman paradigma dan atau teori yang berkembang di dalam ilmu pengetahuan sosial, menuntut para peneliti untuk mencermatinya di dalam rangka memilih paradigma yang tepat bagi permasalahan dan tujuan penelitiannya.








DAFTAR PUSTAKA

Maleong. Lexy J. 2005. METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF. PT Remaja Rosda Karya : Bandung

Facebook comment