STRES, FAKTOR PSIKOLOGIS, DAN KESEHATAN
A. STRES DAN KESEHATAN
Stres merupakan suatu keadaan tertekan baik secara fisik maupun secara psikologis. Diketahui bahwa stres dapat mempengaruhi kita secara mental dan emosional. Hal ini dapat membuat kita merasa cemas dan kewalahan. Dapat membuat emosi kita pendek dan menyebabkan kita merasa tertekan.
Ketika merasa stres, hormon stres tertentu, seperti adrenalin dan kortisol, dilepaskan ke system tubuh. Ini bagus dalam dosis kecil. Bahkan dapat bermanfaat. Tapi jika stres berkepanjangan dan hormon-hormon ini terus dipompa ke dalam sistem, mereka benar-benar dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh dan kesehatan. Ini pengetahuan umum bahwa terlalu banyak stres dapat berdampak negatif pada tekanan darah. Tetapi hal itu dapat mempengaruhi kesehatan dalam cara negatif lainnya juga.
Timbulnya suatu penyakit, khususnya yang disebabkan oleh suasana fikiran banyak memberikan dampak negatif, seperti gangguan-gangguan penyakit fisik dan mental. Gangguan-gangguan pada orang zaman sekarang ini, disebabkan karena kacaunya fikiran dari berbagai macam problema kehidupan yang multidimensi, dan akhirnya seseorang menghadapi kegalauan dalam hidupnya. Istilah kebingungan atau kegelisahan orang sekarang banyak mengenalnya dengan istilah Stres.
Hubungan antara pikiran (mind) dan tubuh (body) telah menjadi topik perdebatan sejak dahulu kala. Sumber-sumber psikologis dari stres menurut Jeffey, Spencer A. Rathus, dan Beverly, tidak hanya menurunkan kemampuan kita untuk menyesuaikan diri, tetapi secara tajam juga mempengaruhi kesehatan kita. Bahkan hampir semua penyakit fisik yang dialami orang yang datang memeriksakan diri ke dokter atau disfungsional organ pada keluhan penyakit orang sekarang sering berhubungan dengan stres. Stres meningkatkan risiko terkena berbagai jenis penyakit fisik, dari mulai gangguan pencernaan sampai penyakit jantung, bahkan dari kelelahan berfikir galau atau stres pada seseorang dapat menggangu organ lainnya pula seperti liver, pankreas,dll.
B. STRES DAN SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin (endocrine system), yaitu sebuah sistem tubuh, berupa kelenjar yang memproduksi dan melepaskan sekresi yang disebut hormon (hormones), langsung ke saluran darah (kelenjar yang lain, seperti kelenjar ludah yang memproduksi air liur). Sistem endokrin yang terdiri dari kelenjar-kelenjar mendistribusikan hormon keseluruh tubuh. Beberapa kelenjar endokrin terlibat dalam menampilkan respons tubuh terhadap stres.
Pertama, hipotalamus, suatu struktur kecil di otak, melepas suatu hormon yang menstimulasi kelenjar pituari didekatnya, untuk menghasilkan adrenocorticotrophic hormone (ACTH). ACTH, selanjutnya, menstimulasi kelenjar adrenal yang berlokasi di atas ginjal. Di bawah pengaruh ACTH, lapisan terluar kelenjar adrenal yang disebut korteks adrenal, melepas sekelompok steroid (misalnya, cortisol dan cortisone). Kortikol steroid ini (disebut juga kortikosteroid) merupakan hormon yang mempunyai sejumlah fungsi yang berbeda-beda dalam tubuh. Hormon ini mendorong perlawanan terhadap stres, membantu perkembangan otot dan menyebabkan hati melepaskan gula, yang merupakan tenaga dalam menghadapi stresor yang mengancam. Mereka juga membantu tubuh mempertahankan diri dari reaksi alergi dan peradangan (inflammation).
Cabang simpatis dari susunan saraf otonom (ANS) menstimulasi lapisan dalam dari kelenjar adrenal, disebut: medulla adrenalis, untuk melepas zat kimia yang disebut catechholamines-epinefrina (adrenalin) dan nonepinefrina (nonadrenalin). Zat ini berfungsi sebagai hormon setelah terlepas di dalam aliran darah Nonepinefrina juga diproduksi di sistem saraf dan berfungsi sebagai suatu neurotransmitter. Gabungan epinefrina dan nonepinefrina menggerakkan tubuh menghadapi stresor dengan meningkatkan kerja jantung dan menstimulasi hati untuk melepaskan persediaan gula, menjadi tenaga yang bisa digunakan untuk melindungi diri kita dalam situasi yang mengancam.
Hormon-hormon stres yang diproduksi oleh kelenjar adrenal membantu tubuh menyiapkan diri mengatasi stresor atau ancaman. Apabila stresor sudah terlewati, tubuh kembali pada keadaan normal. Selama terjadi stres yang kronis, tubuh terus-menerus memompa keluar hormon-hormon, yang dapat menyebabkan kerusakan pada seluruh tubuh.
C. STRES DAN SISTEM KEKEBALAN
Ketika Anda dalam keadan stres, tubuh Anda bisa mematikan atau menekan beberapa sistem anda. Ini adalah cara memberikan Anda lebih sedikit hal-hal yang perlu dikhawatirkan. Sebagai contoh, banyak wanita dalam situasi stres akan terlambat dalam siklus menstruasi selama sebulan atau dua, atau bahkan lebih lama.
Sayangnya, stres yang berkepanjangan dapat juga ikut menekan sistem kekebalan Anda, yang dapat membuat Anda rentan terhadap penyakit dan infeksi. Orang yang stres sering berakhir sakit. Yang membuatnya lebih sulit untuk menghadapi tantangan sehari-hari, dan membuat mereka merasa lebih tertekan.
Sistem kekebalan (immune system) adalah sistem pertahanan tubuh melawan penyakit. Perlawanan terhadap penyakit ini dilakukan dengan berbagai cara. Tubuh Anda secara konstan melakukan misi untuk mencari dan membunuh mikroba. Berjuta sel darah putih yang disebut leukosit (leukocytes), adalah pasukan sistem kekebalan tubuh dalam peperangan mikroskopis ini. Leukosit secara sistematis menyelubungi dan membunuh patogen (pathogens) seperti bakteri, virus, dan jamur; sel-sel tubuh yang sudah rusak; dan sel-sel kanker.
Leukosit mengenai patogen-patogen yang menyerang ini dari lapisdan permukaan mereka yang disebut antigen (antigens), atau bisa dikatakan sebagai generator antibodi. Beberapa leukosit memproduksi antibodi (antibodies) protein khusus yang melekat pada sel-sel yang dianggap asing, menonaktifkan sel-sel tersebut, memberi tanda bagian mana yangharusdihancurkan.
Limfosit khusus yaitu ”memory lymphocytes” (limfosit adalah suatu jenis leukosit) tidak bertugas menghancurkan sel-sel asing, tetapi berfungsi sebagai cadangan. Limfosit ini dapat berada dalam aliran darah selama bertahun-tahun dan membentuk pasokan untuk memberikan respon kekebalan yang cepat terhadap penyerangan berikutnya.
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa stres membuat kita rentan terhadap penyakit karena melemahnya sistem kekebalan tubuh, membuat kita rentan terhadap penyakit umum seperti demam dan flu, dan meningkatkan risiko berkembangnya penyakit kronis, termasuk kanker.
Demikian juga berbagai stresor psikologis seperti gejala umum mereka yang merasakan suatu tekanan persoalan, seperti keadaan yang digambarkan pada seorang anak yang akan mengahadapi ujian sekolahnya, biasanya pasti menghadapi suatu beban dalam fikirannya seperti sulit tidur, atau karena stres mengalami peristiwa traumatis seperti gempa bumi, angin badai, atau bencana alam dan teknologi lainnya, ataupun karena kekerasan. Masalah kehidupan seperti perceraian atau tidak memiliki pekerjaan dalam waktu lama juga mempengaruhi sistem kekebalan.
Menurut Jemmott (1983), dukungan sosial tampaknya mengurangi efek negatif stres dalam sistem kekebalan tubuh. Sebagai contoh peneliti menemukan bahwa mahasiswa yang memiliki banyak teman mempunyai daya tahan tubuh yang lebih baik daripada mahasiswa yang mempunyai teman sedikit. Begitu pula Menurut Glaser (1985), siswa-siswa yang kesepian menunjukkan penurunan respon kekebalan yang lebih besar dibandingkan siswa-siswa yang memiliki dukungan sosial yang lebih banyak. Dan penelitian Kiecolt (1987) menerangkan orang yang baru bercerai pada rumah tangganya juga menunjukkan bukti-bukti memiliki respon kekebalan yang menurun, terutama bagi mereka yang lebih terikat dengan mantan pasangannya.
Pemaparan terhadap stres dikaitkan dengan peningkatan dan risiko berkembangnya influenza. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Stone dkk., (1994), orang-orang yang dilaporkan mengalami tingkatan stres harian yang lebih tinggi, seperti tekanan di tempat kerja, menunjukkan antibodi yang lebih rendah dalam darah mereka yang berfungsi melawan virus flu. Pada penelitian lain, Cohen dkk (1998) memaparkan tentang stres kronis yang parah bila berlangsung selama sebulan atau lebih dan terkait dengan pekerjaan yang tidak menentu, seperti: pengangguran, atau masalah pribadi dengan anggota keluarga atau teman, dapat diasosiasikan dengan resiko berkembangnya influenza yang lebih besar. Namun, dukungan sosial dapat meningkatkan ketahanan pada influenza. Para peneliti menemukan bahwa orang yang memiliki tipe hubungan sosial yang lebih beragam-dengan pasangan, anak-anak, keluarga lainnya, teman, kolega, anggota organisasi dan kelompok religi, dan seterusnya-lebih kecil kemungkinannya dibandingkan orang lain untuk terserang influenza. Dalam agama juga telah dianjurkan agar kita penting melakukan hubungan sosial antar sesama atau bagi umat Islam dikenal dengan ”memperbanyak silaturahmi” dan banyak berkawan pada orang-orang yang memiliki pandangan positif.
Peneliti tentang stres, Hans Selye (1976) menciptakan istilah sindrom adaptasi menyeluruh (general adaptation syndrome / GAS) untuk menjelaskan pola respons biologis umum terhadap stres yang berlebihan dan berkepanjangan.
Model GAS menyatakan bahwa dalam keadaan stres, tubuh kita seperti jam dengan sistem alarm yang tidak berhenti sampai tenaganya habis.Gas terdiri tiga tahap: tahap reaksi waspada (alarm reaction), tahap resistensi (resistance stage), tahap kelelahan (exhaustion stage). Persepsi terhadap stresor yang muncul secara tiba-tiba (contohnya sebuah mobil yang menyalip mobil Anda di jalan tol) akan memicu munculnya reaksi waspada. Reaksi ini menggerakkan tubuh untuk mempertahankan diri. Diawali oleh otak dan diatur oleh sistem endokrin dan cabang simpatis dari sistem saraf otonom. Pada tahun 1929, Walter Cannon, seorang ahli fisiologi (Harvard University) menyebut pola respons ini sebagai “reaksi berjuang atau melarikan diri (fight-or-flight reaktion)”. Apabila stresor bersifat persisten, kita akan mencapai tahap resistansi (resistance stage), atau tahap adaptasi pada GAS. Respon-respons endokrin dan sistem simpatis (misalnya, melepaskan hormon-hormon stres) tetap pada tingkat tinggi, tetapi tidak setinggi sewaktu tahap reaksi waspada. Pada tahap ini tubuh membentuk tenaga baru dan memperbaiki kerusakan. Apabila stresor tetap berlanjut atau terjadi stresor baru yang memperburuk keadaan, kita dapat sampai pada tahap kelelahan (exhaustion stage) dari GAS. Meskipun daya tahan terhadap stres antar individu berbeda, semua individu pada akhirnya kelelahan atau kehabisan tenaga. Tahap kelelahan ditandai oleh dominasi cabang parasimpatis dari ANS (susunan saraf otonom). Sebagai akibatnya, detak jantung dan kecepatan nafas menurun. Apabila kondisi sumber stres menetap, kita mengalami apa yang disebut Selve sebagai “penyakit adaptasi” (diseases of adaptation). Penyakit adaptasi ini rentangnya panjang, mulai dari reaksi alergi sampai penyakit jantung, bahkan sampai pada kematian.
D. STRES DAN PERUBAHAN HIDUP
Cara lain yang dilakukan peneliti untuk menyelidiki hubungan stres dengan penyakit adalah dengan memperhitungkan stres dalam kaitannya dengan perubahan hidup (atau peristiwa hidup). Perubahan hidup menjadi sumber stres bila perubahan hidup tersebut menuntut kita untuk menyesuaikan diri. Perubahan hidup ini dapat berupa peristiwa menyenangkan seperti pernikahan, dan peristiwa yang menyedihkan seperti kematian orang tercinta.
Meskipun perubahan hidup yang menyenangkan (positif) maupun tidak menyenangkan (negatif) dapat menyebabkan stres, perubahan hidup yang positif mengakibatkan gangguan yang lebih ringan daripada perubahan hidup yang negatif. Dengan kata lain, stres karena pernikahan lebih ringan daripada stres yang disebabkan oleh perceraian atau perpisahan.
E. FAKTOR – FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MENGURANGI STRES
Stres merupakan fakta hidup, tapi cara kita menghadapi stres menentukan kemampuan kita untuk mengatasi stres tersebut. Individu bereaksi secara berbeda terhadap stres tergantung berbagai faktor psikologis seperti: bagaimana individu memaknai peristiwa yang menimbulkan stres tersebut. Contohnya suatu peristiwa hidup seperti kehamilan, merupakan stresor negatif atau positif tergantung pada seberapa besar hasrat pasangan untuk memiliki anak dan kesiapan mereka merawat seorang anak. Dapat dikatakan, stres karena kehamilan ditentukan oleh seberapa besar nilai seorang anak bagi pasangan dan persepsi mereka terhadap kemampuan mereka membesarkan anak. Selanjutnya perlu kita ketahui faktor-faktor psikologis yang dapat mengurangi atau menahan efek dari stres, sebagai berikut:
• Cara Coping stres
Berpura-pura seakan masalah tidak ada atau tidak terjadi merupakan suatu bentuk penyangkalan. Penyangkalan merupakan suatu contoh Coping yang berfokus pada emosi. Pada Coping yang berfokus pada emosi, orang berusaha segera mengurangi dampak stressor, dengan menyangkal adanya stressor atau menarik diri dari situasi.
Tetapi coping yang berfokus pada emosi tidak menghilangkan stressor atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stressor.
• Harapan akan Self-efficacy
Berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi,harapan terhadap kempuan diri untuk dapat menampilkan tingkah laku terampil, dan harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menghasilkan perubahan hidup yang positif ( bandura, 1982,1986 )
• Ketahanan Psikologis
Ketahanan psikologis dapat membantu dalam mengelola stres yang dialami. Penelitian tentang ketahanan psikologis terutama adalah kontribusi dari Suzane Kobasa (1979) dan koleganya yang menyelidiki para eksekutif bisnis yang memiliki ketahanan terhadap penyakit, walaupun mereka mengalami beban stres yang berat. Tiga perangai utama yang membedakan ketahanan psikologis para eksekutif tersebut yaitu:
1. Komitmen yang tinggi. Para eksekutif tangguh ini yakin sekali pada apa yang mereka lakukan dan melibatkan diri sepenuhnya terhadap pekerjaan dan situasi kerja. Mereka tidak pernah mencoba untuk menjauhkan diri dari situasi dan pekerjaan mereka.
2. Tantangan yang tinggi. Para eksekutif yang tangguh percaya perubahan merupakan suatu hal yang normal, mereka tidak terpaku pada kondisi stabil saja, tetapi tertantang untuk mengatasi atau melakukan perubahan.
3. Pengendalian yang kuat terhadap hidup. Para eksekutif yang tangguh percaya dan bertindak dengan keyakinan bahwa diri mereka sendirilah yang menentukan reward dan hukuman (ganjaran positif dan negatif) yang mereka terima dalam hidup ini.tergantung pada otak.
• Optimisme
Penelitian menunjukan adanya hubungan antara ortimisme dengan kesehatan yang lebih baik. Misalnya : Pasien yang mempunyai pikiran yang lebih pesimistis selama masa sakitnya akan lebih menderita dan mengalami distres ( suatu keaadaan kesakitan atau penderitaan secara fisik maupun psikologis ).
• Dukungan Sosial
Peran dukungan sosial sebagai penahan munculnya stress telah dibuktikan kebenaranya. Sebuah studi menunjukan bahwa semakin meluasnya jaringan kontak sosial yang dimiliki seseorang berhubungan dengan semakin besarnya resistensi / ketahanan terhadap berkembangnya infeksi ketika seseorang terkena virus biasa.Para penyelidik percaya bahwa memiliki kontak sosial yang luas membantu melindungi system kekebalan tubuh terhadap stres. Dengan adanya orang-orang disekitar akan membantu orang tersebut menemukan alternative cara Coping dalam menghadapi stressor atau member dukungan emosional yang dibutuhkan selama masa-masa sulit.
• Identitas Etnik
Stressor tertentu yang sering dihadapi oleh orang afrika – amerika seperti rasisme,kemiskinan,kekerasan dan kondisi kehidupan yang padat, akan mengakibatkan tingginya resiko masalah kesehatan.
Factor-faktor yang dapat menahan stress pada orang afrika-amerika diantaranya adalah jaringan social keluarga yang kuat, teman, keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam menghadapi stres.
F. Cara Menangani Stres
1. Pengurangan Ketegangan
Dalam pengurangan ketegangan seseorang diberi latihan relaksasi otot, kadang kala dibantu dengan biofeedback. Juga terdapat bukti bahwa fungsi kekebalan dapat ditingkatkan dengan latihan relaksasi otot,meskipun manfaat dalam jangka waktu lama masih diragukan kecuali relaksasi dilakukan secara rutin dalam kurun waktu lama.
2. Restrukturisasi kognitif
Berfokus pada mengubah sistem kepercayaan seseorang dan meningkatkan kejernihan interpretasi logis terhadap pengalaman berdasarkan asumsi bahwa kapasitas intelektual seseorang dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku mereka. Serta memberikan informasi untuk mengurangi ketidak pastian dan meningkatkan rasa kendali seseorang sehingga orang tersebut dapat mengurangi stres.
3. Pelatihan Keterampilan Behavioral
Mencakup instruksi dan latihan keterampilan yang diperlukan dan juga isu umum ( Managemen waktu dan penempatan prioritas secara efektif ),serta pelatihan keterampilan asersi, mengekspresikan rasa suka dan tidak suka tanpa melanggar hak orang lain,sehingga dapat mengurangi stres pada seseorang.
4. Pendekatan Perubahan Lingkungan
Salah satu cara dalam pendekatan perubahan lingkungan ini adalah, mengubah praktik-praktik managemen atau memberikan privasi yang lebih besar dan interupsi yang lebih sedikit dapat mengurangi karakteristik yang menyebabakan stres dari lingkungan dimana orang bekerja dan menghabiskan sebagian besar waktu mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Nevid J.S; Rathus S.A; Greene B .2003. Psikologi Abnormal. Jilid 1. Alih bahasa Tim Fakultas Psikologi UI.Jakarta: Erlangga
Chaplin J.P.2006.Kamus Lengkap Psikologi.penerjemah Kartini Kartono.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
0 komentar:
Posting Komentar