Disusun oleh : Anindra Guspa
1. GANGGUAN PSIKOSOMATIK
Menurut penelitian WHO di beberapa Negara berkembang menunjukkan bahwa 30 – 50 % pasien yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan umum ternyata menderita gangguan kesehatan jiwa. Hal ini sejalan dengan penelitian Depkes RI pada tahun 1984 di puskesmas Tambora Jakarta Selatan yang menunjukkan bahwa dari jumlah pasien yang berobat ke Puskesmas, 28,73% (pasien dewasa) menderita gangguan kesehatan jiwa yang sering muncul sebagai gangguan kesehatan fisik/jasmani (Depkes RI, 1995).
Klinik Ochsner di New Orleans menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa dari 500 pasien yang dirawat di klinik mereka 74 persennya menderita penyakit karena gangguan mental/emosi. Departemen Medis Universitas Yale yang menangani pasien berobat jalan juga melaporkan bahwa 76 % dari pasien yang datang ke klinik mereka terbukti menderita penyakit karenafikiran dan perasaan negatif yang mempengaruhi emosi mereka.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa pikiran dan perasaan sangat besar pengaruhnya terhadap metabolisme tubuh . Jika kita sedang makan tiba tiba diberi tahu bahwa anak yang kita kasihi meninggal akibat kecelakaan , dijamin anda tidak bisa meneruskan makan anda. Tubuh anda segera bereaksi, nafas menjadi sesak selera makan kontan menghilang, otot dan saraf anda menjadi tegang. Pada kondisi tertentu juga diikuti naiknya tekanan darah yang kadangkala menyebabkan pecahnya pembuluh darah tertentu. Kadangkala juga diikuti denganrasa mulas pada bagian perut.
Keadaan stress memang tidak dapat dihilangkan dari kehidupan seseorang bahkan jika stress terjadi berlarut – larut dan dalam intensitas tinggi, dapat menyebabkan penyakit fisik dan mental pada seseorang. Namun demikian, stress dapat dikurangi diantaranya dengan meningkatkan kemampuan seseorang dalam beradaptasi kognitif secara positif (Rasmun, 2004). Menurut Maramis (1998) dijelaskan bahwa gangguan psikosomatik adalah gangguan jiwa yang dimanifestasikan pada gangguan susunan saraf vegetatif. Gangguan ini menggambarkan interaksi yang erat antara jiwa (psycho) dan badan (soma). Ada istilah lain yang digunakan untuk menjelaskan gangguan psikosomatik, yaitu gangguan psikofisiologis.
Psychosomatic disorder adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh suatu kombinasi dari factor organis dan psikologis. Pada penyakit ini mungkin terjadi perubahan perubahan jaringan Beberapa penyakit psikosomatis somatic seperti reaksi alergis, jelas di cetuskan oleh penyerbuan protein asing kedalam tubuh. (J.P. Chaplin).
Jadi, kesimpulannya gangguan psikosomatis adalah gangguan yang di sebabkan oleh gangguan psikologis yang berakibat terjadi perubahan jaringan-jaringan tubuh sehingga penderita merasa terjadi sebuah penyakit.
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi ke empat (DSM – IV), istilah psikosomatik telah digantikan dengan kategori diagnostic factor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis. Criteria DSM – IV untuk factor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis (yaitu gangguan psikosomatik ), menyatakan bahwa factor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis seseorang dalam salah satu dari bermacam – macam cara. Factor – factor tersebut mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum, dimana ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara factor psikologis dengan perkembangan atau eksaserbasi dari atau pemulihan yang lambat dari kondisi umum.
Ciri uatama dari gangguan spsikosomatik adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak adanya kemungkinan penyabab psikologis, walaupun ditemukan gejala anxietas dan depresi yang nyata.
Para penderita psikosomatik, umumnya mengeluhkan gangguan yang berkaitan dengan sistem organ, seperti :
1. Kardio-vaskuler: keluhan jantung berdebar-debar, cepat lelah
2. Gastro-intestinal: keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis
3. Respiratorlus: keluhan sesak napas, asma
4. Dermatologi: keluhan gatal, eksim
5. Muskulo-skeletal: keluhan encok, pegal, kejang
6. Endokrinologl: keluhan hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea
7. Urogenital: kehuhan masih ngompoh, gangguan gairah seks
8. Serebro vaskuler: keluhan pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang epilepsi.
Selain itu, masalah kejiwaan yang menyertainya yaitu gejala anxietas dan gejala depresi.
2. Gastro-intestinal: keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis
3. Respiratorlus: keluhan sesak napas, asma
4. Dermatologi: keluhan gatal, eksim
5. Muskulo-skeletal: keluhan encok, pegal, kejang
6. Endokrinologl: keluhan hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea
7. Urogenital: kehuhan masih ngompoh, gangguan gairah seks
8. Serebro vaskuler: keluhan pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang epilepsi.
Selain itu, masalah kejiwaan yang menyertainya yaitu gejala anxietas dan gejala depresi.
2. PENYEBAB GANGGUAN PSIKOSOMATIS
Permusuhan, depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi adalah akar
dari sebagian besar gangguan psikosomatik (Kaplan, et al, 1997).
Pada umumnya pasien dengan gangguan psikosomatik sangat meyakini bahwa sumber sakitnya benar-benar berasal dari organ-organ dalam tubuh. Pada praktik klinik sehari-hari, pemberi pelayanan kesehatan seringkali dihadapkan pada permintaan pasien dan keluarganya untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan (rontgen).
Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:
Ø Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.
Ø Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.
Ø Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.
Ø Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul.
3. PENGOBATAN PSIKOSOMATIS
Pengobatan gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara dengan mempertimbangkan pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang mengalami gangguan), pengobatan secara psikologis (psikoterapi dan sosioterapi) serta psikofarmakoterapi (penggunaan obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi). Metode mana yang kemudian dipilih oleh dokter sangat tergantung pada jenis kasus dan faktor-faktor yang terkait dengannya.
Pada kasus tahap awal, biasanya pengobatan hanya ditujukan kepada faktor somatis (fisik). Hal ini dapat menyebabkan penyakit timbul kembali dan yang lebih parah akan menurunkan kepercayaan pasien akan kemungkinan penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan memperparah kelainan psikosomatiknya sendiri. Akan tetapi memang agak sulit untuk membedakannya dengan gangguan psikosomatis sehingga baru dapat dibedakan bila kejadiannya telah berulang. Disinilah perlunya psikoterapi sebagai pendamping terapi somatik.
Perlu dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka (obat-obat yang biasa digunakan dalam bidang psikologi) karena mungkin gangguan psikologis yang diderita berhubungan dengan kondisi kimiawi di otak yang mengalami ketidakseimbangan.
DAFTAR PUSTAKA
· Lestari,dkk (2008). Gangguan psikosomatik dan penatalaksanaannya. Riau : Medicine faculty, university of riau
· Widianti, Efri, dkk (2007). Pengetahuan pasien mengenai gangguan psikosomatik dan pencegahannya. Bandung : DIPA UNPAD
· Kompas Online. 12 juli 2000.
0 komentar:
Posting Komentar