BUDAYA DAN PERKEMBANGAN
A. Konsep Perkembangan dan Perkembangan Balita
v Konsep Perkembangan
Istilah perkembangan dibagi menjadi tiga bagian, pertama perkembangan dalam arti filogenetik sebagaimana dicontohkan dalam teori evolusi. Hal ini bersinggungan dengan keanekaragaman lintas spesies dan kemunculan spesies baru selama periode panjang. Kedua, perkembangan dapat merujuk pada perubahan-perubahan budaya dalam masyarakat. Pada bagian ini kita lebih menekankan perkembangan individu sepanjang perjalanan hidup yang disebut perkembangan ontogenetik.
Perkembangan psikologis akan mempengaruhi hasil interaksi antara suatu organism biologis dengan pengaruh-pengaruh lingkungan.
Ada lima aliran sejenis yang relevan dengan penelitian lintas budaya :
Teori kematangan memberikan penekanan kepada faktor biologis, perkembangan berada dibawah kendali faktor genetik yang berlanjut dengan baik setelah kelahiran.
Teori Taraf menyatakan bahwa anak-anak bergerak melalui taraf perkembangan yang berbeda dan taraf ini dapat dikenal dengan cara berfikir kualitatif yang berbeda.
Teori diferensiasi perkembangan mencakup peningkatan diferensiasi, artikulasi, dan interaksi hiraskis dalam hidup psikologis anak. Makin terjadi diferensiasi makin terjadi pengkhususan dan pengorganisasian fungsi psikologis yang lebih tersrtuktur.
Teori perkembangan selama hidup, perkembangan merupakan suatu proses berkesinambungan dari perubahan yang berlangsung selama hidup individu dan lebih menekankan pada interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Teori kekhususan kontek menekankan situasi khusus dan perilaku-perilaku khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu.
Super dan Harkness, tidak memandang anak sebagai penghuni pasif dari wacana perkembangan. Anak tidak hanya menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang terbentang dihadapan, tapi juga aktif mempengaruhinya sehingga ikut memberi andil dalam pembentukan wacana itu.
Perubahan-perubahan budaya akan sering terjadi akibat adanya rangsangan melalui faktor genetik bila sifat-sifat biologis yang berbeda dapat dipetik keuntungannya bagi budaya-budaya yang berbeda pula.
v Perkembangan Balita
Perkembangan balita sangat dipengaruhi oleh fakor budaya (seperti nutrisi dan aktifitas ibu semasa pra-melahirkan, juga perangsangan bayi pada masa pasca-kelahiran) dibahas untuk memperhitungkan perbedaan individu dan populasi dalam perilaku balita.
Pendekatan filogenetik, membandingkan manusia dengan spesies menurut skala filogenetik. Yang utama pada bayi kita dapat mengkaji aspek perkembangan psikologis, seperti kelekatan atau perawatan ibu, dalam suatu perspektif evolusioner. Lebih dari spesies lain perkembangan saraf motorik manusia berlanjut setelah kelahiran.
Konner mengajukan hipotesis, perkembangan motor yang relative lambat diantara balita boleh jadi merupakan penyesuaian diri yang disebabkan kehadiran ibu mereka.
Pendekatan holokultural, yang digunakan untuk menghasilkan pertimbangan dalam menarik rampatan lebih luas mengenai hubungan antara aktifitas pokok ekonomi dan praktek pengasuhan anak.
Pendekatan psikologis, berkisar pada pengamatan, pemaparan, dan pengukuran perilaku individual dalam aneka latar medan.
Lingkungan juga memberikan pengaruh terhadap masa kehamilan dan pada periode kelahiran.
B. Praktek Pengasuhan Anak
Ada beberapa pendekatan dalam mengkaji praktek pengasuhan anak :
1. Pendekatan Arsip, mengkaji praktek pengasuhan anak dalam konteks ubahan budaya lain. Kita dapat mengkaji bagaimana pengasuhan anak memang cocok atau disesuaikan dengan ciri lain dalam situasi disekeliling kelompok budaya.
Perhatian penggunaan HRAF (Human Relation Area files), terpusat pada enam pokok pelatihan anak yang dianggap berlaku umum dalam semua masyarakat :
1. Pelatihan kepatuhan
2. Pelatihan tanggung jawab
3. Pelatihan pengasuhan
4. Pelatihan prestasi
5. Pelatihan untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri
6. Pelatihan kemandirian umum
2. Pendekatan kajian-kajian lapangan, kajian ini dapat berbentuk pengujian etnografik, mengkaji praktek pengasuhan anak yang berkembang dalam kelompok budaya.
Kajian etnografik klasik tipe ini terkenal sebagai proyek “enam budaya”. Kajian enam budaya merupakan suatu proyek kerja sama raksasa jangka panjang. Lebih memusatkan perhatian pada matra-matra khusus dari pengasuhan anak yang dikaji dimuka dan pada persamaan maupun perbedaan yang dijumpai secara lintas budaya pada enam kelompok budaya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi dan menyertai dalam praktek pengasuhan anak ada 6 faktor :
1. Kehangatan ibu
2. Pelatihan tanggung jawab
3. Pelatihan tindak kekerasan (yang secara tidak langsung dibawakan ibu)
4. Pelatihan tindak kekerasan (yang dibawakan teman sebaya)
5. Porposi perhatian ibu (dimasa lalu)
6. Porposi perhatian ibu (masa kini)
Dalam banyak teori psikologi perkembangan anak, cara orang tua memperlakukan anak diyakini amat menentukan perkembangan psikologis anak.
Ada berbagai gaya pengasuhan orang tua yang bisa amat berbeda-beda. Baumrind (1971) mengidentifikasi tiga pola utama pengasuhan orang tua. Orang tua yang otoriter mengharapkan kepatuhan mutlak dan melihat bahwa anak butuh untuk dikontrol. Sebaliknya, orang tua yang permisif membolehkan anak untuk mengatur hidup mereka sendiri dan hanya sedikit menyediakan aturan baku. Orang tua yang otoritatif bersifat tegas adil dan logis. Gaya pengasuhan ini dipandang akan membentuk anak-anak yang secara psikologis sehat, kompeten, dan mandiri, yang bersifat kooperatif dan nyaman menghadapi situasi-situasi sosial.
Selain lingkungan umum yang menjadi tempat anak dibesarkan, struktur keluarga juga punya dampak yang besar pada pengasuhan dan perawatan anak.
C. Pewarisan Budaya
a. Enkulturasi dan sosialisasi
Pendapat paling umum yang perlu dipertimbangkan ialah tentang pewarisan budaya. Pewarisan biologis merupakan pewarisan tegak melalui mekanisme genetic. Sedangkan pewarisan budaya memiliki dua bentuk yaitu mendatar dan miring. Dalam pewarisan budaya mendatar, seeorang belajar dari sebayanya semasa perkembangan, sejak lahir sampai dewasa.
Dalam pewarisan miring, seseorang belajar dari orang dewasa dan lembaga-lembaga tanpa memandang hal itu terjadi dalam budaya sendiri atau budaya lain.
Proses enkulturasi melibatkan orang tua, orang dewasa lain, dan teman sebaya dalam suatu jalinan pengaruh terhadap individu. Pengaruh ini dapat membatasi, membentuk, dan mengarahkan individu yang sedang berkembang. Kajian proses enkulturasi dan sosialisasi cenderung menitik beratkan dua aspek : kandungan dan substansi yang diwariskan, dan cara atau gaya pewarisan budaya.
Enkulturasi ialah proses yang memungkinkan kelompok memasukkan anak kedalam budaya sehingga memungkinkan ia membawakan perilaku sesuai harapan budaya.
b. Akulturasi dan Kontak Budaya
Beberapa unsur kunci yang dikaji dalam psikologi lintas budaya. Pertama, kontak atau interaksi yang terus-menerus dan berhadap-hadapan langsung antar budaya-budaya itu. Kedua, akibat-akibatnya berupa beberapa perubahan dalam fenomena budaya atau psikologis diantara orang-orang dalam kontak, bias berlanjut untuk generasi-generasi selanjutnya. Ketiga, dengan mengangkat kedua aspek tersebut bersama-sama.
Setiap budaya dapat mempengaruhi budaya lain secara sama, tetapi dalam praktek, budaya yang satu cenderung menguasai budaya yang lain. Akulturasi kadang mengakibatkan perluasan populasi, makin beragamnya budaya, menimbulkan reaksi-reaksi sikap, dan perkembangan kebijakan.
Ø Sikap terhadap Akulturasi
Jika pola sikap yang berlawanan cocok diantara individu-individu yang mengalami akulturasi maka pengaruh akulturatif mungkin lebih dapat diterima. Sikap akulturasi mencoba memahami bagaimana seorang individu terorientasi pada perubahan sosial dan budaya. Cara individu atau kelompok yang sedang berakulturasi ingin berhubungan dengan masyarakat dominan di istilahkan dengan strategi-strategi akulturasi. Strategi itu merupakan hasil suatu interaksi antara gagasan yang diturunkan dari literature perubahan budaya dan literature tentang hubungan antar kelompok.
Ø Perubahan perilaku
Perilaku yang dipelajari dalam psikologi lintas budaya merupakan cikal bakal pergantian selama akulturasi. Jumlah perubahan perilaku berkenaan dengan akulturasi dan cara hal itu menghubungkan dua budaya dapat amat bervariasi. Dalam tahap ini juga terdapat perubahan pada jati diri etnik selama akulturasi. Pergantian kepribadian juga dinyatakan sebagai akibat akulturasi.
Ø Stres Akulturatif
Konsep stress akulturatif mengacu kesatu macam stress yang stresornya diketahui bersumber dalam prose-proses akulturasi. Seperti penurunan status kesehatan mental, perasaan marjinalitas dan alienasi, arah symptom pikosomatis meningkat, dan kebingungan jati diri. Stress akulturatif suatu fenomen yang mungkin mendasari suatu reduksi dalam status kesehatan individu.