MODEL-MODEL MEMORI DAN MEMORI JANGKA PENDEK
Memori adalah elemen pokok dalam sebagian besar proses kognitif. Memori sempat diabaikan ketika dunia psikologi Amerika terobsesi dengan behaviorisme. Tren dalam penelitian memori menarik minat para psikolog eksperimental, yang mengembangkan model-model rumit tentang representasi mental, mengenai bagaimana informasi disimpan dan diambil kembali. Salah satu model memori yang paling bertahan lama adalah model yang dibuat oleh William James, meskipun model tersebut telah mengalami modifiksi-modifikasi penting. Model memori dari William James menyatakan bahwa memori bersifat dikotomi, manusia mengamati sejumlah objek, informasi memasuki memori dan kemudian hilang, sedangkan beberapa informasi menetap di memori selamanya.
A. Model-Model Memori Ganda
1. James
Minat awal terhadap suatu memori ganda berkembang pada akhir tahun 1800-an ketika James membedakan memori langsung yang disebut memori primer dan memori tidak langsung yang disebut memori sekunder. James menyusun teorinya tentang struktur memori berdasarkan introspeksi dan ia menganggap memori sekunder, sebagai suatu tempat penyimpanan informasi yang gelap, yang menyimpan informasi-informasi (atau pengalaman) yang pernah dialami, namun tidak dapat diakses lagi.
Memori primer yang mirip (namun tidak identik) dengan apa yang sekarang disebut memori jangka pendek, tidak pernah meninggalkan kesadaran dan senantiasa menyediakan “tayangan” peristiwa-peristiwa yang telah dipahami. Memori sekunder atau memori jangka panjang didefenisikan sebagai jalur-jalur yang terpahat dalam jaringan otak manusia, dan setiap manusia memiliki struktur jalur yang berbeda. Bagi james, memori memiliki sifat dualistic yakni transtoris (sebagai perantara) dan permanen.
Model memori ganda James tampaknya masuk akal secara intuitif. Berdasarkan pengetahuan tentang struktur otak beserta pemprosesan informasi di otak, tampaknya model memori James juga mempunyai validitas. Meskipun demikian, bukti-bukti yang mendukung keberadaan dua tipe memori muncul belakangan dari studi-studi fisiologi.
Menurut Weiskrants, 1966 proses pemindahan informasi dari memori primer ke memori sekunder dapat dihambat. Ketika seseorang mempelajari serangkaian item dan kemudian mencoba mengingat item-iten tersebut tanpa harus menyebutkan secara urut dari depan ke belakang, efek awal dan akhir pun muncul item-item yang berada diawal rangkaian dan yang berada di akhir rangkaian adalah yang paling ingat. Efek ini konsisten dengan konsep memori ganda.
Efek awal-akhir adalah cukup kuat, namun terdapat pula efek Von Restorff yang sama kuatnya. Apabila suatu item yang berada di tengah-tengah rangkaian adalah item yang unik, item tersebut cenderung diingat.
Kapasitas penyimpanan STM dengan mengenali batas saat kurva yang menandai timbulnya efek akhir mulai muncul. Jumlah item dalam rentang efek akhir jarang melampaui delapan item, sehingga memunculkan hipotesis bahwa system STM memiliki kapasitas terbatas (dan sekaligus menjadi dukungan bagi model memori ganda).
2. Waugh dan Norman
Model behavioral modern pertama dikembangkan oleh Waugh dan Norman (1965). Model tersebut adalah model dualistic, mencakup memori primer dan memori sekunder. Model Waugh dan Norman juga memberi kontribusi (yang tidak sengaja oleh pembuat model tersebut) yakni dengan memperkenalkan metaphor “kotak-kotak dikepala“ yang mengambarkan memori sebagai suatu diagram flow chart.
Wough dan Norman mengembangkan model James dengan mengulifikasikan karakteristi-karakteristik memori primer. System penyimpanan jangka pendek diketahui memiliki kapasitas yang sangat terbatas, sehingga hilangnya informasi didalilkairing berlalunya waktun terjadi tidak hanya sebagai suatu proses yang terjadi seiring berlalunya waktu, namun terjadi karena item-item baru menindihi item-item lama saat ruang penyimpanan telah penuh.
3. Atkinson dan Shiffrin
Model Atkinson dan Shiffrin disusun berdasarkan gagasan bahwa struktur memori bersifat stabil dari proses-proses control berupa factor-faktor tidak tetap. Atkinson dan Shiffrin meminjam konsep dualistic memori Waugh dan Norman, namun mendalilkan adanya lebih banyak subsistem dalam STM dan LTM. Model-model awal tentang memori, menurut Atkinson dan Shiffrin bersifat terlalu menyederhanakan dan tidak cukup kuat untuk menangani kerumitan proses atensi, proses membandingkan stimuli, pengendalian dalam mengambil memori, pemindahan dari STM ke LTM, pencitraan, memori penyandian sensorik dan sebagainya. Dalam model Atkinson dan Shiffrin, memori memiliki tiga area penyimpanan yaitu: register sensorik, penyimpanan jangka pendek, dan penyimpanan jangka panjang. Sebuah stimulus diproses dalam dimensi sensorik yang tepat dan selanjutnya bisa hilang ataupun diproses lebih lanjut.
B. Memori Jangka Pendek
Saat kita berpikir tentang memori kita sering membayangkan suatu tempat penyimpanan luas yang berisi informasi dan pengetahuan. Jenis memori semacam ini umumnya disebut memori jangka panjang dan merupakan suatu aspek dari memori kita. Meskipun STM memiliki kapasitas yang jauh lebih kecil dari pada LTM. Salah satu karakteristik dari STM adalah kapasitas penyimpanannya yang terbatas diimbangi oleh kapasitas pemprosesan yang juga terbatas dan bukan hanya itu terdapat pula pertukaran konstan antara kapasitas penyimpanan dan kemampuan pemprosesan.
1. Dukungan Neurosains Kognitif
Penemuan-penemuan neurofisiologis menunjukan bahwa kedua penyimpanan memori yang berbeda tersebut memiliki letak tertentu dalam struktur otak manusia. Contohnya kasus yang paling termansyur adalah kasus H.M, yang disajikan oleh Brendan Milner seorang peneliti kanada, HM adalah peneliti epilepsy yang menjalani operasi pemotongan bagian lobus temporal(termasuk hipokampus) sebagai prosedur medis untuk mengurangi sintom epilepsinya. Meskipun epilepsy HM mereda ia mengalami amnesia dan tidak mampu menyimpan informasi baru dalam LTM. Uniknya STM tidak terganggu. Memori-memorinya sebelum operasi tetap utuh dan ia bahkan menunjukan kinerja yang bagus dalam tes-tes IQ yang standar.
2. Model Memori Kerja
Memori kerja didefenisikan secara konseptual sebagai suatu tipe meja kerja yang secara konstan mengubah, mengkombinasikan, dan memperbaharui informasi baru dan lama. Model memori kerja menyanggah pandangan bahwa STM hanyalah sekedar suatu kotak dikepala, semacam unit pemprosesan sederhana tempat informasi dikirim ke LTM atau lenyap.
Konsep memori kerja juga membantah gagasan bahwa kapasitas STM terbatas hanya pada tujuh item. Baddeley menyatakan bahwa rentang memori ditentukan oleh kecepatan kita mengulang informasi. Factor yang berpengaruh menurut baddeley adalah bahwa kata-kata yang lebih panjang memerlukan waktu pengucapan yang lebih lama. Intisari gagasan ini adalah bahwa kita dapat melakukan pengulangan hanya sejumlah informasi yang terbatas dalam putaran fonologis, dan satu-satunya determinan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengucapkan kata-kata tersebut dengan lisan.
Komponen kedua dalam memori kerja adalah alas sketsa visuospasial yang memiliki kemiripan dengan putaran dengan putaran fisiologis, namun berperan mengendalikan kinerja visual dan spasial, yakni yang meliputi tindakan mengingat bentuk dan ukuran atau mengingat kecepatan dan arah objek yang bergerak. Eksekutif sentral mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas terkait atensi dan memerintahkan respon.
3. Kapasitas STM
Miller menyimpulkan bahwa STM memuat tujuh unit. Begitu juga Jacobs (1887) dengan suara nyaring membacakan serangkaian angka, tanpa urutan khusus dan meminta para pendengarnya untuk menuliskan angka-angka tersebut setelah ia usai berbicara. Rata-rata para partisipan hanya dapat mengingat tujuh angka. Menurut miller keterbatasan kita itu disebabkan oleh adanya sejumlah mekanisme yang bersifat mendasar dan umum mekanisme yang selanjutnya dikenal dengan STM.
a. STM dan chunking
Gagasan bahwa STM memuat tujuh unit terlepas dari data apapun yang masuk ke dalamnya adalah gagasan yang paradoks. Serangkaian kata tentu saja mengandung informasi yang lebih besar dibandingkan serangkaian huruf. Kita akan lebih mudah mengingat informasi dalam rangkaian kata dibandingkan ragkaian huruf. Miller menyusun dalil mengenai suatu model memori yang memuat chunk atau tujuh “bongkahan unit” informasi. Proses chunking adalah proses yang penting karena menjelaskan fenomena STM yang mampu memproses sejumlah besar informasi tanpa menyebabkan kemacetan dalam rangkaian pemprosesan informasi.
b. LTM dan chunking
Kemempuan STM menanggani informasi dalam sejumlah besar diperlancar oleh kemampuan kita melakukan chunking yakni mengubah informasi menjadi unit-unit yang bermakna. Meskipun demikian, chunking belum dapat terjadi hingga LTM memakai unit-unit tersebut. Hubungan antara LTM dan chunking diilustrasikan dengan sangat baik dalam sebuah eksperimen yang dilakukan Bower dan Spirington (1970), yang mana para partisipan diminta membaca suatu rangkaian huruf dan kemudian mengingat rangkaian huruf tersebut. Dalam kondisi pertama, para partisipan membaca huruf-huruf yang disusun menjadi unit-unit chunk, yang tiap-tiap unitnya terdiri dari tiga huruf. Dengan bantuan LTM, unit-unit chunk tersebut menjadi makna. Dalam kondisi kedua para partisipan membaca huruf-huruf dalam chuk yang tidak bermakana. Ditemukan bahwa para partisipan lebih mudah mengingat unit-unit chuk yang terdiri dari huruf-huruf yang bila diggabungkan memiliki makna. Hal ini menunjukan makna LTM dalam STM dan chunk.
4. Penyandian Informasi dalam STM
a. Sandi auditorik
STM tampaknya menggunakan sandi auditorik, bahkan sekalipun informasi tersebut dihasilkan dari sandi nonauditorik seperti stimulus visual. Contoh, ketika kita ditanya tentang berapa jumlah jendela dirumah kita, kita memang menggunakan sandi visual untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan, namun anda menghitung dan melaporkan jawaban itu dalam sandi auditorik.
Conrad menemukan bahwa kekeliruan-kekeliruan dalam STM bersumber dari kekeliruan auditorik, bukan kekelituan visual. Corand menayangkan huruf-huruf yang bunyinya mirip (seperti V dan B), dan berdasarkan huruf-huruf tersebut ia menyusun rangkaian-rangkaian huruf yang tiap rangkaiannya terdiri dari enam huruf. Rangkaian-rangkaian tersebut disajikan kepada partisipan. Huruf-huruf tersebut disajikan dalam bentuk visual dan auditorik (dalam bentuk gambar atau suara). Diasumsikan bahwa para partisipan yang mendapatka stimuli auditorik (mendengar huruf) akan membuat kekeliruan pada huruf-huruf yang bunyinya serupa, sedangkan para partisipan yang mendapatkan stimuli visual (membaca huruf) akan membuat kekeliruan berdasarkan struktur visual huruf-huruf tersebut. Secara umum diasumsikan bahwa memori yang terlibat dalam pemprosesan informasi bersifat akustik (secara dominan) dan kesalahan paling besar akan didapati pada partisipan yang mendapat stimuli suara.
b. Sandi visual
Posner dan rekan-rekannya menemukan bahwa setidaknya dalam sebagian kecil waktu informasi disandikan secara visual dalam STM. Dalam eksperimen tersebut peneliti menyajikan huruf berpasang-pasangan dalam tiga mode yaitu:
1. Huruf berpasangan yang identik dalam pelafalan dan bentuk (AA,aa)
2. Huruf berpasangan yang memiliki pelafalan yang sama tetapi memiliki bentuk yang berbeda (Aa)
3. Huruf berpasangan yang memiliki perbedaan pelafalan sekaligus perbedaan bentuk (AB, aB)
Para partisipan diminta menunjukan (dengan menekan tombol) apakah huruf yang ditampilkan adalah huruf yang sama. Huruf-huruf disajikan satu demi satu dengan jeda waktu yang bervariasi: 0 detik (artinya huruf-huruf disajikan serentak), 0,5 detik, 1 detik, atau 2 detik. Para peneliti mengasumsikan bahwa bila pasangan huruf tersebut diproses secara auditorik, seharusnya partisipan memerlukan waktu yang lebih lama untuk memprose AA dibandingkan dengan Aa. Namun bila penyandian visual juga penting, partipan juga memerlukan waktu yang lebih lama untuk merespon Aa dibandingkan AA.
c. Sandi semantic
Sandi semantic adalah sandi yang berhubungan dengan makna. Eksperimen wickens dan rekan-rekannya dilakukan berdasarkan konsep inhibisi proaktif (PI). PI adalah sebuah fenomena ketika kemampuan mengingat dihambat oleh adanya hubungan semantic antara daftar yang sedang diingat dengan daftar sebelumnya. Sebagai contoh, ketika seorang partisipan diminta untuk mengingat sebuah daftar yang tergabung dalam satu kategori (misalnya buah-buahan), mereka mungkindapat mengingat 90% isi daftar tersebut. Namun, bila mereka diminta mengingat daftar kedua yang juga berisi buah-buahan, kemampuan mereka untuk mengingat daftar tersebut hanya sebesar 30%. Selanjutnya jikalau partisipan yang sama diminta mempelajari daftar ketiga yang juga berisi nama buah-buahan, kemampuan mengingat semakin menurun. Inhibisi proaktif ini mengindikasikan bahwa informasi semantic sedang diproses dalam STM karena informasi tersebut saling menganggu dengan daftar-daftar berikutnya. Lalu ketika partisipan diminta untuk menghapal daftar ke empat yang tidak brhubungan dengan daftar sebelumnya, maka kemampuan mengingat meningkat secara drastis. Fenomena ini disebut suatu pelepasan dari PI.
5. Pengambilan Informasi dari STM
Era modern pemprosesan informasi sangat dipengaruhi oleh sebuah teknik eksperimental yang dikembangkan oleh Saul Sternberg. Teknik ini melibatkan sebuah tugas pemindaian serial yang di dalamnya partisipan mendapatkan stimuli berupa serangkaian item, misalnya angka, dengan jeda 1,2 detik setiap item. Diasumsikan bahwa item-item tersebut disimpan dalam STM partisipan. Setelah pertisipan menghapalkan daftar, ia menekan sebuah tombol untuk memunculkan sebuah angka yang ada (atau tidak ada) dalam daftar yang telah dilihat sebelumnya. Tugas partisipan adalah membandingkan angka tersebut dengan daftar yang telah diingatnya dan menjawab apakah angka tersebut memang ada didaftar atau tidak. Setiap tugas berisi daftar yang berbeda. Para peneliti mengubah-ubah ukuran daftar sesuai kapasatis STM yaitu dari satu hingga enem angka. Pada dasarnya, tugas ini (yang kini disebut tugas Stenberg atau Stenberg task) mengharuskan partisipan mencari angka-angka dalam suatu daftar untuk menemukan jawaban yang tepat. Pencarian seperti ini dapat berhenti dengan sendirinya saat partisipan telah menemukan angka tersebut dan memberikan jawaban. Sebaliknya partisipan mungkin melakukan pencarian menyeluruh terhadap daftar di memori sebelum melaporkan jawabannya, terlepas ia menemukan angka itu atau tidak.
Waktu reaksi mencerminkan waktu yang diperlukan partisipan untuk melakukan pencarian angka pada daftar dalam memori dan waktu reaksi dapat berperan sebagai dasar untuk mengambarkan struktur STM sekaligus mengambarkan hokum-hukum pengambilan informasi dari struktur tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Solso,L,R dkk. 2008. Psikologi Kognitif. Erlangga: Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar